5 Alasan Mengapa Pansus DPR untuk Hak Angket KPK Tak Layak Dilanjutkan

5 Alasan Mengapa Pansus DPR untuk Hak Angket KPK Tak Layak Dilanjutkan

5 Alasan Mengapa Pansus DPR untuk Hak Angket KPK Tak Layak Dilanjutkan

Pansus Hak Angket KPK yang digagas DPR menuai kritik pedas. Pembentukan Pansus ini dinilai tak tepat, bahkan diduga ada kesesatan dalam dasar pembentukan Pansus.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari yang juga Anggota DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menyampaikan lima alasan mengapa Pansus Hak Angket KPK harus bubar alias tak diilanjutkan.

Feri Amsari
Feri Amsari dosen Hukum Tata Negara. (Foto: Istimewa)

“Kesesatan panitia khusus hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat dibuktikan dengan 5 hal ini,” kata Feri, Senin (10/6).

Berikut lima alasan yang diungkap Feri:

1. Panitia khusus angket diisi oleh figur-figur yang terlibat dalam perkara yang ditangani KPK (terutama KTP-Elektronik). Dengan demikian pembentukan panitia khusus hak angket tentu dapat secara nyata maupun potensial menimbulkan conflict of interest (CoI) karena berkaitan dengan perkara pro-justitia yang sedang ditangani KPK mengancam pemidanaan diri mereka. Terhadap kondisi CoI tersebut, pansus hak angket sudah dapat dikategorikan disqualification atau recusal atau tidak sah.

2. Pansus angket dibentuk dengan prosedur yang sesat. Secara khusus Pasal 199 ayat (3) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) tegas menghendaki dilakukannya mekanisme voting agar usul penggunaan angket menjadi hak angket.

Namun mekanisme ini tidak dijalankan oleh DPR sehingga Pansus yang berjalan saat ini cacat prosedur pembentukan. Konsekuensi sebuah tindakan lembaga negara yang tidak sesuai prosedur adalah batal demi hukum. Pansus hak angket harus dianggap tidak pernah ada karena hal itu.

Kunjungan Pansus Hak Angket ke Lapas Sukamiskin
Kunjungan Pansus Hak Angket ke Lapas Sukamiskin (Foto: Dok. Istimewa)

3. Pembentukan pansus hak angket terhadap KPK telah melanggar konsep independensi KPK. Penyimpangan lembaga penyelidik, penyidik, dan penuntut serta peradilan dalam lembaga kekuasaan kehakiman dikoreksi melalui putusan peradilan.

Jika KPK menyimpang dalam proses penyelidikan maka peradilan dapat mengoreksinya dalam pra-peradilan. Sedangkan jika menyimpang dalam penyidikan dan penuntutan, maka peradilan dapat mengoreksinya dengan “mengalahkan” KPK melalui putusannya. Pola demikian untuk menjamin independensi aparat penegak hukum dan menjauhkannya dari intervensi kepentingan politik.

4. Pansus melakukan tindakan tidak logis dengan meminta keterangan terhadap narapidana kasus korupsi. Pilihan pansus hak angket itu jelas tujuannya untuk mengumpulkan informasi berbasis kebencian kepada KPK dengan meminta keterangan orang-orang yang dihukum melalui kewenangan KPK.

Itu sama saja meminta keterangan kepada narapidana pidana umum terhadap kinerja kepolisian, kejaksaan, dan hakim. Tentu narapidana tersebut hal-hal negatif terhadap kinerja aparat penegak hukum. Namun pilihan pansus angket itu jelas mengungkapkan bahwa tujuan pansus hanyalah untuk mematikan KPK melalui berbagai cara.

Image result for Alumni UI yang dukung pansus angket KPK
Alumni UI yang dukung pansus angket KPK

5. Pansus hak angket kesulitan membedakan pakar dan advokat. Sejauh ini Pansus hanya mengumpulkan keterangan ahli dari pihak-pihak yang sangat pro agar KPK “dimatikan”.

Beberapa ahli yang dipanggil pansus juga diragukan posisinya sebagai akademisi murni atau advokat. Semestinya ahli yang diundang lebih murni sebagai ahli yang menjalankan profesi akademik atau penelitian, dibandingkan ahli yang memiliki dua label sebagai advokat. Advokat tentu saja profesi mulia, tetapi profesi ini dirancang untuk berpihak pada kepentingan kliennya.

 

Sumber Berita 5 Alasan Mengapa Pansus DPR untuk Hak Angket KPK Tak Layak Dilanjutkan : Kumparan.com