CEO Telegram Tidak Tahu Kominfo Minta Filter Konten Sejak 2016

CEO Telegram Tidak Tahu Kominfo Minta Filter Konten Sejak 2016

CEO Telegram Tidak Tahu Kominfo Minta Filter Konten Sejak 2016

Miskomunikasi yang terjadi antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Telegram berujung pada diblokirnya akses web layanan aplikasi pesan itu di Indonesia. Ini terjadi karena Telegram tidak merespons laporan pemerintah untuk menutup kanal publik Telegram yang kontennya terindikasi mengandung radikalisme sampai terorisme.

Padahal, permintaan Kemkominfo agar Telegram menghapus kanal negatif dan mengandung terorisme itu sudah disampaikan sejak tahun 2016.

Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika
Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)

Menurut Menkominfo Rudiantara, permintaan filter konten yang dilayangkan pemerintah Indonesia ini sayangnya tidak sampai diketahui oleh pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov. Hal ini sempat membuat kegaduhan sendiri, karena Durov sempat berkata Telegram tak pernah menerima keluhan dari pemerintah Indonesia. Namun belakangan, Rudiantara berkata Durov telah menyampaikan permintaan maaf atas ucapannya tersebut dan berjanji untuk kooperatif. Durov menegaskan pemerintah Indonesia sudah mengirim permintaan filter konten tetapi timnya tidak segera merespons.

“Ternyata Pavel selama ini tidak tahu bahwa Kominfo sudah menghubungi Telegram sejak 2016 dan mengusulkan beberapa perbaikan proses penanganan konten-konten negatif seperti radikalisme atau terorisme,” ujar Rudiantara kepada wartawan, Minggu (16/7).

Image result for CEO Telegram, Pavel Durov
Founder and CEO of Telegram Pavel Durov

Durov telah menyadari ada miskomunikasi yang terjadi antara Telegram dengan Kemkominfo, dan sudah melayangkan permintaan maaf kepada pemerintah Indonesia pada Minggu (16/7) pagi.

“Pagi tadi kami juga menerima permintaan maaf dari Pavel Durov, CEO Telegram,” aku Rudiantara.

Rudiantara mengapresiasi respons dari Durov dan Telegram, sehingga Kemkominfo bisa segera dengan cepat menindaklanjutinya dari sisi teknis lebih detail agar SOP (Standard Operating Procedure) penanganan konten radikal dan terorisme bisa segera diimplementasikan.

Untuk mengatasi masalah ini, Durov menegaskan telah mengimplementasi tiga langkah agar bisa mengembalikan akses layanannya di Indonesia.

Image result for CEO Telegram, Pavel Durov
Founder and CEO of Telegram Pavel Durov

Pertama, Telegram berjanji akan blokir semua saluran publik terkait terorisme yang diminta pemerintah. Kedua, Durov juga ingin membangun komunikasi langsung dengan Kemkominfo agar mereka bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi dan memblokir propaganda teroris ke depannya.

Terakhir, Telegram juga akan membuat sebuah tim moderator yang memiliki kemampuan bahasa Indonesia agar mempercepat proses penanganan konten terorisme.

Related image
Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan

Kemkominfo mengambil langkah blokir Telegram pada level domain name system (DNS) yang membuat Telegram versi web tidak bisa diakses, namun versi aplikasi ponsel masih berjalan normal.

Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, memberi pertanda akan mempertimbangkan proses normalisasi jika Telegram bisa melakukan komunikasi intens dan berjanji responsif dalam menerima aduan filter konten dari pemerintah Indonesia yang begitu serius mengatasi isu terorisme.

(Baca juga : JOKOWI TEGASKAN TELEGRAM DITUTUP DEMI KEAMANAN NEGARA)

 

Sumber Berita CEO Telegram Tidak Tahu Kominfo Minta Filter Konten Sejak 2016 : Kumparan.com