Kasus Korupsi Alkes, Ratu Atut Divonis 5,5 Tahun Penjara

Kasus Korupsi Alkes, Ratu Atut Divonis 5,5 Tahun Penjara

Kasus Korupsi Alkes, Ratu Atut Divonis 5,5 Tahun Penjara

Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara. Dia juga wajib membayar denda Rp 250 subsidair 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi Alkes Provinsi Banten.

“Mengadili, menyatakan saudari Ratu Atut Chosiyah secara sah dan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut,” ujar Hakim Ketua Mas’ud di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/7).

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, Atut dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara. Dia juga wajib membayar denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Majelis hakim menilai Atut telah melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran di dua Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2012. Kedua anggaran tersebut, adalah APBD pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten, serta APBD Perubahan 2012 dan pengaturan pelaksanaan anggaran pada pelelangan pengadaan alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2012.

Atut dinilai terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3,859 miliar, dan merugikan negara hingga Rp 79,79 miliar.

Sejak diangkat menjadi pelaksana Gubernur Banten pada 2005, hingga menjadi gubernur definitif dua periode, Atut memiliki sejumlah orang yang dipercaya dan ditempatkan di lingkungan Pemprov Banten.

Sejumlah orang tersebut lantas diminta untuk mematuhi perintah Atut beserta adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan–yang telah divonis satu tahun penjara.

Salah satu orang yang diminta loyalitasnya adalah mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Banten, Djadja Buddy Suhardja. Dalam pengakuannya, Djaja diminta untuk menandatangani surat pernyataan loyalitas pada 14 Februari 2006, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Setelah menandatangani kesepakatan tersebut, Atut langsung mengangkat Djadja sebagai Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Banten pada 17 Februari 2006.

“Dengan selalu meminta komitmen kepada pejabat tersebut untuk senantiasa loyal atau patuh sesuai arahan dari terdakwa maupun Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan sebagai adik kandung terdakwa yang merupakan pemilik atau Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama,” ujar Hakim Mas’ud.

Atut juga terbukti melakukan pertemuan dengan Djaja di rumahnya pada pertengahan 2006. Dari pertemuan tersebut, Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses pengusulan anggaran, maupun pelaksanaan proyek Dinkes Pemprov Banten dikoordinasikan dengan Wawan.

Djaja lalu berkoordinasi dengan Wawan untuk pengadaan Alkes di Dinas Kesehatan Banten TA 2012, termasuk kegiatan pengadaan sarana dan prasarana rumah sakit rujukan Pemprov Banten.

Setelah mendengar putusan hakim, Atut tidak berniat untuk mengajukan banding.

“Saya menerima putusan vonis yang disampaikan yang mulia,” ujar Atut.

Atut melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau korporasi secara melawan hukum.

 

Baca juga : Terbukti Secara Sah Korupsi e-KTP, 2 Terdakwa Divonis 7 dan 5 Tahun Penjara

 

 

Sumber berita Kasus Korupsi Alkes, Ratu Atut Divonis 5,5 Tahun Penjara : kumparan