Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Bela Dosen-dosen HTI

Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Bela Dosen-dosen HTI

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M Nasir, ingin agar dosen perguruan tinggi terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk keluar dari ormas yang dibubarkan pemerintah itu. Penggawa Forum Rektor Indonesia (FRI) berharap agar pemerintah tak main pangkas dosen-dosen yang berafiliasi dengan HTI.

“Pendekatannya harus persuasif, jangan pangkas-pangkasan begitu,” kata Ketua Dewan Pertimbangan FRI, Rochmat Wahab, kepada detikcom, Minggu (23/7/2017).

Guru besar pendidikan dan mantan Rektor Universitan Negeri Yogyakarta (UNY) ini khawatir aksi pangkas-pangkasan dosen yang terafiliasi dengan HTI malah tidak efektif. Pemetaan terhadap orang-orang yang terkait dengan HTI perlu cermat, dan eksekusinya juga harus persuasif, bukan persekutif.

“Takutnya, kita ini hanya mengejar bungkusnya. Tapi di balik itu esensi dari radikalisme apakah sudah ditangkap? Deklarasi-deklarasi antiradikalisme di mana-mana, apakah itu menyelesaikan masalah? Kita jangan sampai latah,” ujar Rochmat.

Bila yang dikejar adalah deradikalisasi, maka yang perlu dikedepankan adalah upaya edukatif memberikan materi Pancasila dengan baik. Pemahaman keagamaan yang benar juga perlu diberikan sejak awal masa kuliah di perguruan tinggi, tak hanya ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan.

Soal penanganan dosen terkait HTI, menurutnya itu juga harus berdasarkan landasan legal yang kokoh. Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas harus disahkan DPR menjadi Undang-undang terlebih dahulu. Kemudian, proses di PTUN juga harus beres.

“Supaya rasa keadilan itu terjaga,” kata dia.

Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) , Prof. Dr. H. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.

Masing-masing pihak kampus juga diimbaunya menghindari sikap gegabah. Kampus adalah lingkungan intelektual yang berorientasi kepada masyarakat, bukan berorientasi kepada birokrat-politisi. Independensi kampus harus tetap terjaga. Kampus tidak boleh gampang diombang-ambingkan dinamika politik.

“Jangan sampai keputusan rektor jadi politis. Kita harus moderat dan hati-hati,” ujar Rochmat.

Dia menghargai sikap pemerintah dan kini menunggu proses final terkait implementasi Perppu itu. Soal pernyataan dosen HTI harus memilih salah satu yakni menjadi PNS atau tetap bertahan di HTI, menurutnya solusi tak bakal semudah itu.

“Jangan semena-mena lah. Tidak harus sesegera itu,” kata dia.

Dia menilai dosen yang terkait HTI tak banyak jumlahnya, meski tak bisa dipungkiri mereka juga menjadikan perguruan tinggi sebagai basis pergerakan. “Memang kadang home basenya di perguruan tinggi, namun tidak hanya di kampus saja. Tidak bisa digeneralisir,” ujarnya.

Sebelumnya, Menristekdikti M Nasir menyatakan berencana mengumpulkan rektor seluruh Indonesia pada 26 Juli nanti. Dia mengingatkan agar semua dosen patuh terhadap PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, bahwa PNS harus setia kepada Pancasila dan UUD Negara RI 1945. Dia memberi dua pilihan kepada dosen yang terlibat HTI.

“Silakan dia keluar dari HTI, tidak mengikuti kegiatan HTI, bergabung dengan Pemerintah dalam hal ini sebagai PNS. Kalau tetap ingin bergabung dengan itu (HTI) maka dia harus kelur dari PNS. Nanti saya akan usulkan itu. Karena apa, karena dia (PNS) bagian dari negara. Ini penting,” tegas Nasir usai menghadiri pembukaan Kongres IX Pancasila di UGM, Sleman, Sabtu (22/7) kemarin.

 

Baca juga : Bagaimana Nasib Dosen HTI di Perguruan Tinggi Negri, Dirangkul atau Ditindak Tegas?

 

 

Sumber berita Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Bela Dosen-dosen HTI : detik