Mimpi Rumah Tanpa Uang Muka Apakah Bisa Direalisasi dan Siapa yang Menikmati?
Sudah dua pekan Anies Rasyid Baswedan bersama wakilnya, Sandiaga Salahuddin Uno, berkantor di Balai Kota DKI Jakarta. Satu demi satu janji yang mereka tebar saat berkampanye untuk merebut posisi nomor satu di Jakarta mulai ditagih warga. Salah satunya janji untuk menyediakan kredit kepemilikan rumah tanpa uang muka.
Beberapa waktu lalu, sebelum resmi berkantor di Balai Kota, Anies, kini Gubernur DKI Jakarta, menekankan bahwa program kepemilikan rumah tanpa uang muka ini bukan janji palsu, bukan sekadar omong kosong. “Saat kampanye kritiknya luar biasa, seakan-akan tak mungkin dilakukan. Tapi nyatanya sekarang berbagai perusahaan properti sudah selenggarakan uang muka nol rupiah. Jadi uang muka nol rupiah ini memungkinkan dijalankan,” kata Anies.
Ibu kota Jakarta, mengutip angka-angka dalam Program Hunian Terjangkau dan DP Nol Rupiah di situs resmi tim Anies-Sandiaga, jakartamajubersama.com, masih kekurangan 302.319 hunian bagi warganya. Artinya, kurang-lebih hanya separuh warga Jakarta yang punya rumah. Menurut tim Anies-Sandiaga, salah satu penghalang bagi warga Jakarta punya rumah adalah besarnya DP, down payment, alias uang muka.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 mengatur berapa uang muka yang harus disediakan oleh calon pembeli rumah, apartemen, atau rumah susun. Jika berniat membeli rumah dengan kredit dari bank, paling tidak mereka harus punya duit di kantong sebesar 10-20 persen dari harga rumah untuk uang muka, belum termasuk biaya-biaya lain. Seandainya harga rumah Rp 350 juta, jika uang muka ditentukan 15 persen, berarti calon pembeli harus menyediakan duit Rp 52,5 juta.
Saat kampanye, Anies dan Sandi berjanji, warga Jakarta yang belum punya rumah tak perlu pusing memikirkan besarnya uang muka itu. Pemerintah DKI Jakarta akan menalanginya. “Jangan keliru ya, kami bukan mau membangun perumahan,” Anies mengingatkan saat berkampanye pada Februari 2017. Seperti apa realisasi janji kampanye Anies itu, sampai sekarang memang masih ‘remang-remang’, masih banyak sekali pertanyaan.
Anggota Tim Sinkronisasi Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Anggawira, saat dimintai konfirmasi detikX memastikan bahwa rumah DP nol rupiah itu dalam bentuk rumah susun alias rusun, bukan rumah tapak.
“Kita harus rasional, rumah tapak tidak mungkin. Bentuk rumah susun ini untuk efisiensi lahan,” kata Anggawira, yang duduk sebagai anggota pakar Tim Sinkronisasi. Dengan harga tanah di Jakarta yang sudah sangat mahal, tak mungkin warga Jakarta yang sekarang kesulitan memiliki tempat tinggal bisa membeli rumah tapak meski dibantu uang muka sekalipun.
Berdasarkan catatan Tim Sinkronisasi, saat ini 47 persen masyarakat di DKI Jakarta masih tinggal di rumah sewa, baik kontrak maupun kos. Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada 2014, Jakarta adalah provinsi terbesar kedua yang warganya tidak memiliki rumah sendiri. Jumlahnya 1,3 juta rumah tangga.
Nah, data inilah yang menjadi sasaran program DP nol rupiah, sekalipun tidak semuanya bisa terjangkau program tersebut. Sebab, untuk bisa ikut program ini, warga harus punya penghasilan minimal Rp 3,5 juta dan maksimal Rp 7,5 juta per bulan. Apakah warga Jakarta yang berpenghasilan Rp 4 juta bisa ikut program ini?
“Kita harus rasional, rumah tapak tidak mungkin. Bentuk rumah susun ini untuk efisiensi lahan.”
Anggawira, anggota Tim Sinkronisasi Anies-Sandi
Coba saja hitung, untuk harga rumah susun atau apartemen Rp 350 juta, mereka harus mencicil Rp 2,3 juta per bulan selama 20 tahun. Jika harga properti Rp 260 juta, mereka harus mencicil Rp 1,7 juta per bulan selama 20 tahun. Kedua simulasi kredit ini menggunakan asumsi tingkat suku bunga 5 persen, acuan suku bunga lewat skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Selain itu, warga harus memiliki KTP DKI Jakarta selama 5 tahun dan tidak memiliki kendaraan roda empat alias mobil. “Kalau warga memiliki mobil, mereka tidak bisa mendapat program tersebut,” Anggawira menjelaskan. Dalam rumusan Tim Sinkronisasi, menurut dia, yang menjadi prioritas adalah perempuan kepala keluarga atau janda yang memiliki anak yang selama ini kesulitan mengakses perumahan dengan harga terjangkau.
Untuk mengukur kemampuan warga mencicil rusun, Pemprov akan mengecek saldo di rekening Bank DKI milik warga selama enam bulan ke belakang. Kemampuan mereka mencicil diukur berdasarkan besar setoran setiap bulan ke rekening banknya. Yang bekerja sebagai karyawan, mereka harus melampirkan bukti slip gaji. Jika wirausaha atau berpenghasilan tidak tetap, mereka wajib melampirkan keterangan penghasilan yang ditandatangani lurah setempat.
Namun banyak pengamat properti yang meragukan berjalannya program kepemilikan rumah DP nol rupiah ini. Sebab, menetapkan harga Rp 350 juta untuk unit rusunami sangat sulit. “Harga Rp 350 juta susah untuk mencarinya saat ini di Jakarta,” kata pengamat properti sekaligus country manager situs properti rumah123.com, Ignatius Untung, kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Dengan harga Rp 600 juta saja, kata Ignatius, sulit terbeli bagi orang yang punya gaji bulanan Rp 12 juta. Hal senada dilontarkan CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda. Menurutnya, dengan gaji rata-rata penduduk Jakarta sebesar Rp 7,5 juta, perhitungan kemampuan cicilannya adalah Rp 2,5 juta atau sepertiga dari gajinya.
Salah satu faktor utama tingginya harga rumah adalah mahalnya lahan di Jakarta. Untuk menjamin ketersediaan lahan buat program rumah tanpa DP itu, kata Kepala Badan Pengelola Aset Daerah DKI Jakarta Achmad Firdaus, pemerintah berencana mengumpulkan beberapa lahan yang disetor pengembang lewat kewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum ke wilayah yang ditunjuk Pemprov. Sebab, jika lokasi tanahnya diserahkan kepada pengembang, tanahnya bakal tersebar di mana-mana.
“Luas tanah yang diserahkan masing-masing pengembang kan berbeda-beda. Ada yang 1.000 meter, ada yang 500 meter misalnya. Ukuran segitu mana bisa untuk membangun rusun, apalagi rumah tapak,” tutur Firdaus, yang juga Ketua Tim Buru Sergap Aset Pemprov DKI Jakarta.
Karena alasan itu, Pemprov berencana memusatkan tanah yang disetorkan pengembang di daerah Rorotan dan Marunda, yang berada di wilayah Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Nanti para pengembang yang punya kewajibanlah yang akan membebaskan lahan di wilayah itu. “Nah, nanti kita melakukan pembebasan lahannya di sana, mau 400 meter, mau 1.000 meter,” ucap Firdaus.
Di lahan itulah besar kemungkinan dibangun rumah susun dengan DP nol rupiah yang dijanjikan Anies-Sandiaga. Selain membangun rusun, kata Firdaus, di situ akan dibangun pula kota baru yang terintegrasi dengan transportasi publik dan segala macam fasilitas publik. Menurut Firdaus, pengumpulan lahan kewajiban pengembang lewat bank tanah sudah dirancang sejak Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. “Jika memang lahan di bank tanah dibutuhkan untuk bangun rusun DP nol rupiah, kenapa tidak?” kata Firdaus.
Sumber Berita Mimpi Rumah Tanpa Uang Muka Apakah Bisa Direalisasi dan Siapa yang Menikmati? : Detik.com