Penjual Jajan Pasar di Yogyakarta Langganan Soeharto, Mbah Satinem

Penjual Jajan Pasar di Yogyakarta Langganan Soeharto, Mbah Satinem

Penjual Jajan Pasar di Yogyakarta Langganan Soeharto, Mbah Satinem, Sebagai daerah wisata, Yogyakarta dikenal banyak memiliki ragam kuliner. Salah satu kuliner khas Yogyakarta dan banyak dicari oleh wisatawan adalah jajan pasar. Untuk mengicipi jajan pasar ini, para wisatawan harus menyiapkan diri untuk bangun pagi. Pasalnya jajanan pasar seperti lupis, cenil, gatot, tiwul dan sejenisnya ini lazim dijajakan pada pagi hari.

Mbah Satinem biasa membuka lapak dagangannya di pinggir jalan sekitar pukul 06.00 WIB. Sebelum Mbah Satinem membuka dagangannya, para pembelinya sudah mengantre. Begitu semua dagangan sudah disiapkan para pembeli pun dilayani satu persatu-satu. Dagangan Mbah Satinem ini tak perlu menunggu waktu lama langsung ludes dibeli.

Salah seorang penjual jajan pasar di Yogyakarta yang terkenal adalah Mbah Satinem. Perempuan berusia 75 tahun ini biasa berjualan di pertigaan Jalan Bumijo yang berbatasan langsung dengan Jalan Diponegoro. Mbah Satinem biasanya berjualan dengan ditemani oleh putrinya, Mukinem (45).

“Tutup kalau dagangan sudah habis. Biasanya habis sekitar pukul 07.30 WIB. Tapi kadang ya jam 08.00 WIB baru tutup. Itu saja masih banyak pembeli yang kecele karena dagangan saya sudah habis,” terang Mbah Satinem saat ditemui, Rabu (6/4) lalu.

“Awalnya tahun 1963 itu saya jualannya keliling jalan kaki. Berangkat dari rumah jam 04.00 WIB. Lalu jalan kaki dengan dagangan saya gendong. Jualannya di sekitar Kota Yogyakarta saja. Baru pulang keliling sore hari,” kenang Mbah Satinem.

Sudah sejak tahun 1963 Mbah Satinem berjualan jajan pasar. Jajan pasar hasil olahan tangan Mbah Satinem ini dibuat menggunakan resep turun menurun dari ibunya. Mbah Satinem mengetahui resep membuat jajan pasar ini karena semasa kecilnya kerap membantu untuk membuat dan menjual jajan pasar bersama ibunya.

Setelah berjualan jajan pasar dengan berkeliling, Mbah Satinem pun memutuskan untuk berjualan dengan cara menetap. Mbah Satinem pun kemudian berjualan di lokasinya saat ini.

Untuk membuat jajan pasar, Mbah Satinem biasanya memulai proses pembuatannya pada pukul 00.00 WIB. Dibantu oleh anaknya, Mbah Satinem membuat jajan pasar dengan cara tradisional. Semua bahan dimasaknya menggunakan kompor kayu. Bahan-bahan yang digunakan pun tak ada yang menggunakan bahan pengawet makanan.

“Sekitar tahun 80-an saya pindah jualan di emper ruko ini. Dulu kalau jualan juga masih jalan kaki dari Trihanggo ke sini. Tapi sekarang sudah gak kuat jalan jauh. Jadinya diantar oleh anak saya kalau jualan,” tutur Mbah Satinem.

Biasanya, proses pembuatan jajan pasar usai sekitar pukul 04.00 WIB. Kemudian Mbah Satinem pun mulai berangkat ke tempatnya berjualan jam 05.00 WIB dari rumahnya.

“Hari biasa itu masak sekitar 8 kilo, kalau hari Minggu sekitar 10 kilo, bisa nambah kalau ada pesanan. Kalau hari Minggu lebih ramai karena banyak pembeli luar kota yang sengaja datang buat beli. Kebanyakan pembeli itu suka lopis,” kata Mbah Satinem.

Meskipun setiap hari buka, namun khusus selama Bulan Ramadan, Mbah Satinem meliburkan diri. Selama sebulan penuh Mbah Satinem tak berjualan.

“Saya kalau puasa libur penuh. Konsentrasi untuk ibadah. Itu sudah rutin. Biasanya saya menyisihkan uang saat jualan. Jadi pas puasa gak buka saya masih punya uang. Dan pas Lebaran juga masih bisa nyanggoni (memberi uang) cucu,” tutur Mbah Satinem.

Berjualan sudah sejak puluhan tahun lalu, membuat jajan pasar bikinan Mbah Satinem menjadi langganan banyak orang. Salah satu pelanggan jajan pasar racikan Mbah Satinem adalah Presiden kedua Indonesia Soeharto.

“Dulu Pak Harto sering mesan jajan pasar bikinan saya. Biasanya mesan tiwul sama gatot. Yang datang mesan biasanya ajudannya. Pertama kali mesan ke saya saat Pak Harto pulang naik haji. Gatot sama tiwul bikinan saya dipesan untuk oleh-oleh para tamu yang datang,” cerita Mbah Satinem.

“Kalau katanya yang mesan, biasanya buat menu pas sarapan. Mesannya tiap hari. Kalau pas libur panjang atau hari Minggu mesannya lebih banyak dari hari biasanya. Kalau hari biasa setiap hotel mesannya 20 bungkus jajan pasar,” pungkas Mbah Satinem.

Selain menjajakan dagangannya di pinggir jalan, Mbah Satinem pun kerap melayani pesanan dari hotel-hotel di Yogyakarta. Sejumlah hotel berbintang rutin memesan jajan pasar kepada Mbah Satinem.

Harga jajan pasar yang dijajakan terhitung tak mahal. Untuk harga lopis, gatot, tiwul dan cenil, Mbah Satinem biasa menjualnya seharga Rp 5 ribu perporsinya. Sedangkan untuk paket komplet berisi enam jenis jajan pasar dan biasa digunakan untuk acara syukuran, Mbah Satinem memasang tarif Rp 150 ribu

 

Sumber Berita Penjual Jajan Pasar di Yogyakarta Langganan Soeharto, Mbah Satinem : Merdeka.com