Pidato Ahok di Kepulauan Seribu Dinilai Tak Penuhi Unsur Pasal 156
Tim pengacara dari terdakwa dugaan kasus penodaan agama Basuki ” Ahok” Tjahaja Purnama menilai pidato Ahok saat kunjungan kerjanya sebagai Gubernur DKI di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 tidak memenuhi unsur yang terdapat pada Pasal 156 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
Anggota tim kuasa hukum Ahok, Teguh Samudera menyatakan, hal pertama yang menjadi alasan pihaknya menilai pidato Ahok tidak melanggar Pasal 156 KUHP ada pada unsur “barang siapa”.
Pasal 156 KUHP berbunyi, “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”.
Menurut Teguh, kata “barang siapa” yang terdapat pada Pasal 156 mengacu pada kesalahan yang disangkakakan kepada orang yang didakwakan.
“Yang dimaksud ‘barangsiapa’ itu bukan berarti ada orangnya, ada subjek hukum yang jadi terdakwa. Bukan. Tapi harus orang itu memenuhi atau meliputi semua unsur yang disangkakan itu dilakukan oleh yang bersangkutan,” kata Teguh di kawasan Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).
Selanjutnya, Teguh menilai pidato Ahok juga tidak memenuhi unsur “di muka umum”. Meski menyampaikan pidato di muka umum, Teguh menilai tidak ada niat untuk menyatakan permusuhan, kebencian, atau pun penghinaan suatu golongan.
“Karena perbuataannya bukan suatu perbuatan pidana mengemukakan niat permusuhan, kebencian, dan penghinaan terhadap golongan. Maka unsur ‘di muka umum’ tidak terbukti,” ujar Teguh.
Adapun unsur ketiga yang dinilai tim pengacara menjadi bukti tak ada penodaan agama oleh Ahok disebabkan karena pidato Ahok disampaikan dalam suasana santai.
“Pidato Pak Basuki itu jelas. Dikemukakan secara cool, biasa sambil senyum ketawa dan dapat tepuk tangan. Bahkan setelah itu ada sesi tanya jawab, foto bersama dan selfie-selfie. Tidak ada ucapan yang dikemukakan Pak Basuki saat sambutan yang sifatnya kasar, mencemooh, merendahkan, atau mengolok-olok golongan lain,” kata Teguh.
( Baca: Jaksa Agung Tegaskan Ahok Tidak Terbukti Menista Agama )
Pada sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017), Jaksa Penuntut Umum (JPU) sidang kasus dugaan penodaan agama menyatakan Ahok bersalah.
“Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun,” kata JPU Ali Mukartono di hadapan majelis hakim.
Dalam materinya, penuntut umum mendasarkan tuntutan dari dakwaan terhadap Ahok. Adapun Ahok Pasal 156 KUHP yang diedan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sumber berita Pidato Ahok di Kepulauan Seribu Dinilai Tak Penuhi Unsur Pasal 156 : kompas.com