Seleksi Calon Taruna Akpol Jabar Diwarnai Kisruh Soal Putra dan Non Putra Daerah

Seleksi Calon Taruna Akpol Jabar Diwarnai Kisruh Soal Putra dan Non Putra Daerah

 Seleksi Calon Taruna Akpol Jabar Diwarnai Kisruh Soal Putra dan Non Putra Daerah

Niat Polri untuk clean and clear dalam urusan penerimaan bintara dan taruna Akpol tersandung di Jawa Barat (Jabar). Di sana, seleksi penerimaan Akpol dan bintara menuai protes.

Tak lain karena urusan pembedaan putra daerah dan non putra daerah dalam penerimaan bintara dan calon taruna Akpol. Yang memanas, yakni soal taruna Akpol.

Video protes orangtua calon taruna juga menyebar luas lewat whatsapp group. Para orangtua ini protes pada kebijakan Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan yang membedakan calon taruna putra daerah dan non putra daerah.

Problemnya kebijakan ini diberlakukan di saat seleksi akhir, hingga akhirnya dengan kebijakan baru itu Polda Jabar melakukan seleksi ulang, tes kesehatan. Terang saja orangtua yang anaknya tergusur karena bukan putra daerah menjadi berang. Apalagi hasil sebelumnya anak mereka mendapat ranking bagus.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus yang dikonfirmasi kumparan (kumparan.com), Kamis (29/6) belum bisa berkomentar.

“Belum ada tanggapan, kami masih fokus bahas arus balik,” kata Yusri.

Soal kisruh calon taruna Akpol ini juga sampai ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisioner Kompolnas Andrea H Poeloengan menyayangkan kebijakan Kapolda Jabar ini.

“Masalah pokok saat ini adalah dugaaan dilaksanakannya kebijakan Kapolda Jabar oleh panitia daerah tentang alokasi kuota terhadap putera daerah dengan besaran 51% bagi calon taruna Akpol dan 70% bagi calon Bintara dan Tamtama,” beber Andrea.

Menurut dia, kebijakan itu tentu menimbulkan dampak bagi para calon yang tadinya mempunyai nilai dan ranking memenuhi syarat berdasarkan ketentuan Kapolri dan Panitia Pusat.

“Saya merasa prihatin atas yang terjadi di Polda Jawa Barat tersebut. Dalam kaca mata hukum saya, ini terjadi dugaan tindak pidana diskriminasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras,” ujar dia.

Andrea menyampaikan, kebijakan Kapolda terkait pembedaan dan pembatasan antar kuota putera daerah dan non putera daerah dalam penerimaan anggota Polri, yang sesungguhnya pula bertentangan dengan aturan di atas nya mengenai penerimaan calon Anggota Polri yang telah ditentukan oleh Panitia Pusat dalam hal ini Mabes Polri.

Ujian masuk Akpol.

Bagaimana dugaan konstruksi hukum pelanggarannya?

“Pasal 1 angka 1 UU 40/2008 telah menentukan definisi mengenai diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya,” ungkapnya.

Lalu, lanjut Andrea, dalam Pasal 4 huruf a UU 40/2008 dijelaskan pula bahwa yang dimaksud Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

“Dalam penjelasan pasal 4 huruf a UU 40/2008 dijelaskan bahwa pembatasan dalam ketentuan ini, misalnya pembatasan seseorang dari ras atau etnis tertentu untuk memasuki suatu lembaga pendidikan atau untuk menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras atau etnis tertentu,” beber dia.

Ujian masuk Akpol

Andrea menyampaikan, jika kemudian penyidik Bareskrim Polri dapat bertindak cepat, maka jika terpenuhi unsur-unsur dugaan Tindak Pidana beserta alat buktinya, sanksi pidananya diatur dalam pasal 15 UU 40/2008 yaitu setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

“Pembedaan tanpa dasar empiris, filosofis apalagi normatif, hanya akan menimbulkan dugaan tindak pidana diskriminasi, yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila serta Bhinneka Tunggal Ika,” ujar dia yang mengkritik keras Polda Jabar.

 

Baca juga : Kado Ultah Ahok Terkumpul di Pos Jaga Mako Brimob

 

 

Sumber berita  Seleksi Calon Taruna Akpol Jabar Diwarnai Kisruh Soal Putra dan Non Putra Daerah : kumparan