Soal Tempat Ibadah di Medan Digeruduk Warga, Diduga Lurah Persulit Izin

Soal Tempat Ibadah di Medan Digeruduk Warga, Diduga Lurah Persulit Izin

Soal Tempat Ibadah di Medan Digeruduk Warga, Diduga Lurah Persulit Izin

Video warga mendatangi ibadah di sebuah rumah di Medan, Sumatera Utara beredar di media sosial. Polisi turun tangan dan melakukan mediasi.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan mengatakan aksi protes itu dilakukan kurang lebih oleh 50 orang. Dia menyebut warga protes terhadap Pendeta Jan Fransman Saragih yang mengadakan ibadah kebaktian Gereja Bethel Indonesia (GBI).

“Aksi tersebut terjadi sebagai protes warga masyarakat lingkungan XX terhadap Pendeta Jan Fransman Saragih STH yang telah mengadakan giat ibadah kebaktian di Gereja Bethel Indonesia (GBI) dengan jumlah jemaat 40 orang (20 kk),” kata Kombes Tatan kepada wartawan, Senin (14/1/2019).

Polres Pelabuhan Belawan dan Polsek Medan Labuhan melakukan pengamanan di lokasi terkait.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja

Jan Frasman Saragih pendeta yang rumahnya dijadikan tempat ibadah Jemaah Gereja Bethel Indonesia di Jalan Permai IV, Blok 8, Griya Martubung, Nomor 31, Kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara, menduga ada oknum tertentu yang sengaja memprovokasi keberagaman di Medan.

Kata Jan Frasman, selama ini belum pernah terjadi konflik antarumat beragama, termasuk dari sisi perizinan ketika tempat ibadah itu pindah. Menurut dia, umat beragama di Medan terkenal dengan toleransi dan kedamaiannya.

Dia menyayangkan aksi yang dilakukan sejumlah massa pada Minggu (13/1). Menurut dia, aksi massa yang membubarkan ibadah itu baru terjadi sepanjang jemaat gereja berpindah-pindah di Kota Medan. Sejak pindah pada bulan November 2018, kata dia, tercatat ada tiga kali kelompok massa yang protes.

“Pada perpindahan sebelumnya, tidak pernah terjadi hal seperti ini. Tahun 2000 kami pindah di Blok VI, Jalan Tempirai Lestari raya, mengontrak hingga tahun 2011. Dari 2012 hingga 2018 kembali pindah ke sebuah bangunan ruko. Hingga akhirnya menempati rumah di Griya Martubung,” ujarnya kepada wartawan, Senin (14/1).

Frans menuturkan rumah itu sudah lunas dibayar sejak tujuh tahun lalu. Soal pengurusan izin sebagai gereja juga sudah diurus. Syarat tentang peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 juga sudah dituruti. Seperti dukungan 90 warga sekitar sudah dikumpulkan.

“Namun lurah tidak mau melegasi, mereka bilang harus ada cap jempol. Padahal KTP, NIK dan tanda tangan sudah diserahkan. Namun itu saja tidak cukup katanya, sesuai peraturan FKUB. Seolah olah dipersulit,” ungkapnya.

https://www.instagram.com/p/BskXSInnu0s/?utm_source=ig_embed

Sementara Camat Medan Labuhan Arrahman Pane kepada wartawan menuturkan jika kegaduhan terjadi, karena sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan anggota Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) pada 6 Desember 2018 lalu, hasilnya kegiatan ibadah tidak akan dilakukan, sampai perizinannya selesai.

“Tapi sekarang sudah kondusif. Pihak keamanan akan terus memantau proses pengurusan izinnya. Kita juga sudah buat posko di sekitar tempat itu, untuk melakukan pendekatan ke masyarakat agar tidak akan terpancing provokasi,” ungkapnya.

Sedangkan Al Ahyu, Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Medan menyampaikan bahwa pendeta di rumah itu sudah berjanji akan segera melengkapi pengurusan izinnya.

Ia menuturkan bahwa masyarakat yang memprotes pelaksanaan ibadah, karena merasa ada pelanggaran kesepakatan. “Intinya tidak ada penyerangan tidak ada penggerudukan yang ada adalah aksi protes,” ujarnya.

Dikatakan Al Ahyu dalam pengurusan ijin rumah ibadah, harus melengkapi beberapa prosedur, sesuai Peraturan Bersama Menteri (PMB) Tahun 2006. Sejauh ini kata Al Ahyu, proses perizinan rumah ibadah itu belum selesai.

“Karena itu saya berharap masyarakat bisa menahan diri. Jangan terpancing dengan provokasi. Apalagi ikut menyebarkan berita berita hoaks yang dapat menimbulkan kegaduhan,” pesan Al Ahyu.

Sebelumnya sebuah rumah di Jalan Permai 4, Blok 8, Griya Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utara, digeruduk massa karena diduga tak mengantongi izin rumah ibadah pada Minggu (13/1). Pada saat itu, kondisi rumah sedang digunakan beribadah oleh Jemaah Gereja Bethel Indonesia, sehingga sempat menimbulkan percekcokan.

https://www.instagram.com/p/Bsj7yGHH1eE/?utm_source=ig_embed

Sangat disayangkan harusnya soal intoleransi ini tidak boleh terjadi, karena kegiatan ibadah itu sangat baik untuk warga negara apalagi kegiatan ibadah suatu agama besar yang diakui dunia secara umum dan diakui di suatu negara secara khususnya Indonesia ini yang jelas sekali dalam UUD 1945 pasal 29 menjamin kebebasan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan nya itu

Apa yang harus ditakutkan oleh warga? Tempat ibadah itu bukan melakukan maksiat, tidak mengajarkan hal-hal yang jahat malah sebaliknya mengajarkan kebaikan untuk sesama.

Bahkan didalam Peraturan Bersama Nomor 9 Tahun 2006 Bab IV Pasal 14 ayat 3 dikatakan apabila syarat dukungan dari lokasi wilayah sekitar belum terpenuhi Pemerintah daerah Berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Oleh karena itu apa yang ditakutkan warga atau apabila ada perangkat desa yang mempersulit rekomendasi izin tempat ibadah hal itu sangat tidak berdasar dan merupakan suatu tindakan Intoleransi.

 

 

Baca juga : Lagi-Lagi Terjadi, Tempat Ibadah Minggu di Medan Digeruduk Massa

 

 

Sumber berita Soal Tempat Ibadah di Medan Digeruduk Warga, Diduga Lurah Persulit Izin : kumparan / detik