The Power of Emak-Emak dalam Keadilan Politik Jakarta

The Power of Emak-Emak dalam Keadilan Politik Jakarta

The Power of Emak-Emak dalam Keadilan Politik Jakarta

Pilkada telah usai. Vonis kasus penodaan agama yang menimpa Ahok juga sudah dijatuhkan. Terkait pilkada, pencalonan Ahok, serta kasus yang menimpanya, muncul fenomena menarik: partisipasi ibu-ibu dalam hingar-bingar politik di Jakarta.

Jalan Bekasi Timur Raya di depan Rutan Klas 1 Cipinang penuh sesak oleh massa pendukung Ahok pada Selasa sore (9/5/2017). Pada demonstran yang kebanyakan adalah kaum hawa itu berteriak menumpahkan kekesalannya. Ada yang menangis, membentak, sampai melempar air kemasan bekas ke dalam rutan, ke arah petugas kepolisian.

Di waktu hampir bersamaan, juga sambil menjerit dan menangis, seorang Ibu mengguncang-guncang gerbang Rutan. Ia melakukan hal itu berulang kali, juga melakukannya dengan menggunakan kayu. Hal itu kemudian diikuti ibu-ibu lain yang berada di dekatnya. Mereka merangsek ke arah gerbang dan mendobraknya. Belasan polisi pun merapat dan menahan agar gerbang tak roboh.

Di atas mobil komando, seorang perempuan berusia 30-an tak dapat menahan air matanya. Ia berorasi seraya menjerit dan menangis. “Baru kali ini saya merasakan sebagai warga Jakarta, baru kali ini saya merasa sedih saya merasa sayang sekali dengan seorang gubernur bernama Pak Ahok. Saya bangga sama dia, saya sayang sekali sama dia. Dia itu orang luar biasa, dia itu orang jujur,” ungkapnya histeris.

“Percuma ditahan. Negara sudah jadi negara barbar. Hancur-hancurin aja semua,” teriak Mei (58) salah satu relawan Badja kepada polisi yang berupaya menahan gerbang.

Pangkal kemarahannya adalah putusan hakim yang memvonis Ahok dengan hukuman dua tahun penjara. Usai baku dorong dengan aparat kepolisan, perempuan asal Medan itu menangis sesenggukan di tengah-tengah kerumunan. Ia mengaku telah kehilangan kepercayaan dengan pemerintah dan hukum di Indonesia.

“Saya sudah kehabisan kata-kata. Dalam segala hal saya sudah susah untuk percaya karena mereka tidak mampu menegakkan satu prinsip. Masalah Ahok ini sudah mencoreng hukum di negara kita. Mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan sampai P21 Kita semua tahu itu karena tekanan massa,” kata Mei kepada wartawan.

Setelah palu sidang diketuk dan Ahok dibawa ke Rutan Cipinang, para pendukung Ahok yang semula aksi di depan Kementerian Pertanian segera menyusul gubernur Jakarta non-aktif itu untuk memberikan dukungan. Beberapa relawan perempuan bahkan berangkat lebih awal kendati harus berhadapan dengan massa anti-Ahok.

“Saya sama ibu-ibu di sini dari jam satu siang. Kami kan di Kementan enggak boleh pulang dulu karena ada massa FPI. Tapi saya langsung ke sini, yang lain nyusul belakangan,” kata salah seorang pendukung Ahok.

Tingkah para ibu-ibu pendukung Ahok di depan Rutan sempat membuat Kaplores Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo kewalahan. Ia tidak bisa membubarkan mereka kecuali dengan cara-cara kooperatif. Di sisi lain, ia harus mencari cara menenangkan massa yang tak mau bubar kecuali diminta langsung oleh Ahok.

“Waktu Pak Ahok masih menimbang-nimbang, kita coba [dengan] tekanan ke atas [tempat komando]. Sehingga ini bisa diselesaikan tanpa harus ada pengerahan kekuatan kepolisian,” kata dia.

Andrey sempat diberi kesempatan berbicara dari atas mobil komando. Menggunakan pengeras suara, ia menyampaikan bahwa Ahok meminta massa untuk membubarkan diri. “Beliau sedang melaksanakan ibadah dengan keluarga dan pendeta,” ujar Andry di atas mobil komando.

“Beliau berpesan kepada teman-teman untuk kembali ke rumah. Seandainya teman-teman ingin mendukung beliau, bisa melalui jalan konstitusi.”

Sejurus kemudian, terdengar teriakan-teriakan dari para massa perempuan.

“Bohong… bohong… Bebaskan Pak Ahok,”

Andrey pun turun dan kembali ke Rutan. Kecewa karena Ahok belum juga keluar, massa membakar atribut dan poster tepat di depan gerbang.

“Kami tidak akan meninggalkan Pak Ahok sendirian,” kata orator. “Karena kita tahu Pak Ahok telah melakukan pekerjaannya dengan penuh dedikasi untuk warga Jakarta.”

Tak hanya itu, aksi merepotkan dari para ibu-ibu pendukung Ahok juga dialami Andrey ketika ingin bernegosiasi dengan salah seorang koordinator aksi bernama Rendi. Waktu berjalan ke arah mobil komando, para ibu-ibu yang melihatnya datang langsung berkerubung dan mengajaknya berswafoto. Andrey pun tak dapat bernegosiasi dan lantas kembali ke dalam Rutan.

Sikap kukuh ibu-ibu pendukung Ahok amat kuat. Bahkan, saat Plt. Gubernur Djarot Saiful Hidayat datang untuk menenangkan massa, mereka bereaksi sama seperti terhadap Andrey. Ketika Djarot menyuruh mereka pulang pun mereka masih bersikukuh untuk bertahan.

Ketika Djarot turun dari mobil komando dan koordinator aksi meminta massa untuk bubar, beberapa orang kecewa lantaran komitmen awal aksi adalah bertahan sampai Ahok keluar sebentar dari Rutan.

https://www.facebook.com/TirtoID/videos/1849519072040200/

 

Sumber Berita The Power of Emak-Emak dalam Keadilan Politik Jakarta : Tirto.id.com