Perdana Menteri Somalia, Hassan Khaire, Sabtu (4/3/2017) sore waktu setempat, mengumumkan 110 orang telah meninggal akibat kelaparan selama dua hari di wilayah Bay.
Kemarau panjang telah melanda hampir seluruh Somalia, dan paling parah di bagian barat yang paling bergolak sebagaimana dilaporkan The Independent, Minggu (5/3/2017).
Sekitar 50.000 anak terancam hidupnya akibat kelaparan.
Pemerintah Somalia mengumumkan bencana nasional pada Selasa (28/2/2017).
Empat hari kemudian, Sabtu, Hassan Khaire menyampaikan kepada komisi nasional bahwa kekeringan telah menyebabkan 110 orang mati kelaparan di wilayah Bay, Somalia barat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebelumnya telah mengumumkan, lima juta penduduk negara yang terletak di Tanduk Afrika itu membutuhkan bantuan pangan darurat.
Ribuan orang telah tiba Mogadishu, ibu kota Somalia, untuk mencari pertolongan darurat. Sebanyak 7.000 orang mengalir ke sebuah lumbung persediaan pangan, namun stok sangat tipis.
Somalia adalah salah satu dari empat negara – selain Nigeria, Sudan Selatan, dan Yaman – yang mendapat dana 3,6 miliar poundsterling atau sedikitnya Rp 60 trilun untuk mengatasi kelaparan.
Pada Februari, Save the Children memperingatkan Somalia berada pada “titik kritis”. Krisis pangan sedang berada pada kondisi menjadi “jauh lebih buruk” daripada kelaparan tahun 2011 kelaparan.
Tahun 2011 setidak 260.000 jiwa menjadi korban dari bencana kelaparan terburuk itu.
LSM mengklaim, 12 juta orang di daerah yang mungkin terkena dampak kekeringan, dengan 50.000 anak-anak berada di ambang kematian.
Sekitar 363.000 anak-anak kekurangan gizi akut. Mereka “memerlukan perawatan segera dan dukungan nutrisi, termasuk 71.000 yang mengalami kekurangan gizi akut,” kata sebuah badan Amerika Serikat baru-baru ini.
Korban tewas di Somalia terjadi di tengah peringatan bahwa 100 juta orang di seluruh dunia sedang menghadapi kekurangan gizi akut dan risiko mati kelaparan.