Direktur Charta Politika Mengaku Dapat Ancaman lewat Telepon Agar Tak Rilis Quick Count
Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya mengakui mendapat beragam ancaman terkait quick count atau hitung cepat Pemilu 2019 via telepon maupun WhatsApp. Ancaman itu mendesak Yunarto lewat Charta Politika tidak mengeluarkan hasil quick count pihaknya.
Yunarto mengatakan ancaman-ancaman itu ia dapat sejak lembaga pimpinannya itu mengeluarkan survei Pilpres 2019. Menurut Yunarto, para pengancam besar kemungkinan terprovokasi narasi-narasi para elite yang menyatakan mosi tidak percaya terhadap hasil quick count.
“Ya, kalau ke saya pribadi ada ancaman-ancaman yang datang. Mereka mengancam supaya tidak mengeluarkan hasil survei dan juga hitung cepat. Sepertinya mereka terprovokasi oleh elit-elit tertentu,” kata Yunarto saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Jumat (19/4).
Selain ancaman telepon dan WhatsApp, Yunarto mengaku dia juga menjadi korban pencatutan nama. Dia pun sudah melaporkan ke polisi.
Sampai hari ini ancaman baik lewat telp dan WA ke saya gak berhenti, dan saya dah catat semua nomornya & screenshot isinya… Kalo niat anda bikin saya takut, yang ada saya makin kebal, tinggal tunggu akibat hukum saja ya… 😊😊
— Yunarto Wijaya (@yunartowijaya) April 18, 2019
“Jadi ada screen capture percakapan yang seolah-olah itu atas nama saya. Itu saya sudah buat laporannya (ke polisi) beberapa hari lalu setelah hasil quick count keluar,” ucap Yunarto.
Yunarto juga memaparkan keluhannya itu melalui akun Twitternya. Ia mengatakan telah mencatat semua nomor telepon yang mengancamnya.
Dia juga menuturkan telah menangkap layar isi pesan-pesan WhatsApp yang berisi ancaman.
Sekadar diketahui Charta Politika merupakan satu dari enam lembaga yang mengeluarkan hasil hitung cepat Pemilu 2019 dan dilaporkan ke polisi oleh Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Korupsi dan Hoaks (KAMAKH).
Selain Charta Politika, ada Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Poltracking, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Kuasa Hukum KAMAKH Pitra Romadoni mengatakan laporan itu dilakukan karena enam lembaga survei tersebut menampilkan hasil survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Padahal, menurut dia, berdasarkan data dari ribuan TPS justru pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menang.
Baca juga: Membedah Lembaga Survei yang Menangkan Prabowo-Sandi Hingga Perolehan Suara 62 Persen
Sumber Berita Direktur Charta Politika Mengaku Dapat Ancaman lewat Telepon Agar Tak Rilis Quick Count: Cnnindonesia.com