Penyuap Patrialis Akbar Dituntut 11 dan 10 Tahun Penjara
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut pengusaha impor daging Basuki Hariman dengan hukuman 11 tahun penjara terhitung sejak yang bersangkutan ditahan, ditambah denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sementara itu, Jaksa KPK menjatuhkan tuntutan kepada pegawainya, Ng Fenny, dengan hukuman 10 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
“Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Jaksa Lie Putra Setiawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (31/7)
Basuki dan Ng Fenny dinilai terbukti memberikan suap kepada eks hakim konstitusi, Patrialis Akbar, dengan uang sebesar 70 ribu dolar AS yang diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan yang disidang oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebagaimana dakwaan, Basuki dan Fenny pada medio Agustus 2016 meminta bantuan Kamaludin, teman dekat Patrialis, agar mahkamah mengabulkan permohonan uji materi perkara 129/ PUU-XIII/ 2015.
Kamaludin lalu menyampaikan kepada Patrialis, ketika mereka bertemu di Jakarta Golf Club Rawamangun.
Basuki dan Fenny menyerahkan USD 20 ribu ke Kamaludin di restoran Paul, Mal Pacific Place, pada 22 september 2016. Uang itu untuk keperluan Kamaludin bermain golf di Batam dan Jakarta, bersama Patrialis Akbar guna memuluskan uji materi UU No.41 tahun 2014
Uang 10 ribu dolar AS juga diberikan kepada Kamaludin di Hotel Mandarin Oriental pada 13 Oktober 2016. Kamaludin menggunakan uang tersebut untuk biaya transportasi dan kegiatan golf dengan Patrialis Akbar, Hamdan Zoelva, dan Ahmad Gozali di Batam.
Hamdan merupakan eks Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Ahmad berasal dari swasta.
Bertempat di tempat parkir Jakarta Golf Club Rawamangun pada 19 Oktober 2016, Patrialis menyarankan Basuki dan Fenny mendekati dua hakim konstitusi lain, yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul.
Hingga pada sore harinya, Patrialis menginformasikan bahwa Hakim I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul yang pada awalnya berpendapat untuk mengabulkan permohonan pemohon, akhirnya mempengaruhi hakim lain untuk melakukan penolakan terhadap permohonan pemohon.
Patrialis menyarankan agar terdakwa membuat surat kaleng atau pengaduan dari masyarakat yang dimaksudkan agar tim kode etik Mahkamah Konstitusi melakukan proses etik terhadap dua hakim tersebut.
Meskipun pada akhirnya saran tersebut tidak disetujui oleh terdakwa dengan dalih masih ada cara lain untuk melakukan pendekatan kepada hakim MK lain yang belum menyampaikan pendapat, yaitu hakim konstitusi Arief Hidayat yang merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi dan hakim konstitusi Suhartoyo.
Adapun jaksa Lie memberikan pertimbangan terkait hal apa saja yang memberatkan bagi kedua terdakwa terkait tuntutan yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa.
“Pertimbangan yang memberatkan bagi jaksa yaitu sikap keduanya yang tidak mendukung program pemerintah dalam pengentasan korupsi, Merusak kepercayaan pemerintah pada lembaga penegak hukum dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, serta terlalu berbelit dalam memberikan keterangan,” ujar Lie.
Ketua majelis hakim Nawawi Pamulango usai mendengarkan tuntutan jaksa, memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum dalam kurun waktu 1 untuk menyusun nota pembelaan.
“Majelis memberikan waktu 1 minggu bagi penasihat hukum terdakwa untuk menyusun nota pembelaan terdakwa yang akan kita dengar 1 minggu ke depan,” ujar Nawawi.
Atas perbuatannya, Basuki Hariman dan Ng Fenny didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal-pasal itu mengatur perbuatan seseorang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Sumber Berita Penyuap Patrialis Akbar Dituntut 11 dan 10 Tahun Penjara : Kumparan.com