BPK Didesak Audit Pemprov DKI Terkait Diam-diam Berikan IMB di Pulau Reklamasi
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didesak segera mengaudit dana retribusi IMB berikut dendanya atas pembangunan tanpa izin 932 bangunan mewah di Pulau hasil reklamasi Pantai Utara secara khusus di Pulau C dan D. Pasalnya sedikitnya, Rp500 miliar dari denda pelanggaran yang harus masuk ke kas daerah.
Sesuai dengan UU Nomor 28/2002 tentang Bangunan dan Gedung serta PP Nomor 36 Tahun 2005, setiap bangunan tanpa izin harus dibongkar atau pemilik didenda 10 persen dari nilai bangunan.
Menurut Steven S Musa, anggota DPRD DKI Jakarta, audit diperlukan memastikan retribusi dari denda bangunan masuk ke kas daerah. “Jangan sampai setelah dibangun tanpa izin, tapi dendanya malah tidak diterapkan. Ini tentu akan merugikan daerah, sehingga harus audit,” tegasnya.
Berdasarkan laporan sementara, nilai seluruh bangunan itu mencapai Rp5 triliun. Bila masing masing bangunan mewah dengan harga rata-rata Rp5 miliar hingga Rp6 miliar, maka nilai seluruh bangunan mencapai Rp4,6 triliun sampai Rp5 triliun. Sehingga bila denda sesuai aturan 10 persen maka nilainya mencapai Rp500 miliar.
“Bila pengembang belum membayar denda, Pemprov DKI Jakarta harus mengejarnya. Kasus seperti jangan dibiarkan, ini preseden buruk,” tandas Steven.
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta secara diam diam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi 409 rumah mewah, 212 rumah kantor, dan 312 rumah toko sekaligus tempat tinggal di Pulau C dan D. Padahal Perda tentang Pengaturan Zonasi Pulau belum disahkan DPRD.
Karuan saja kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendesak Gubernur Anies Baswedan v mencabut IMB. Sebab, bila dipaksakan maka bakal menjadi preseden buruk.
Apalagi, dalam penerbitan IMB ditengarai, pengembang tidak dikenai denda. Bila mengacu kepada Perda Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) maka bangunan yang berdiri tanpa IMB wajib dibongkar atau dikenakan denda.
Sesuai dengan data di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Twrpadu Satu Pintu (DPM PTSP) DKI Jakarta, perizinan sudah diproses sejak Desember tahun 2018.
Hampir 1.000 bangunan mewah itu, pada Juni 2018 disegel Pemprov DKI Jakarta. Namun sekitar Desember 2018, segel tersebut dibuka. Alasannya, pengelolaan pulau sudah diserahkan ke BUMD yakni PT Jakarta Propertindo.
DIKELOLA BUMD
Empat dari 13 Pulau yang akan direklamasi memang selamat dari kebijakan Gubernur Anies Baswedan. Oleh Anies diputuskan tiga dari empat pulau itu, akan dikelola BUMD dengan bekerjasama dengan swasta.
Tiga belas pulau yang dicabut izinnya adalah Pulau A, B, dan E (pemegang izin PT Kapuk Naga Indah); Pulau H (pemegang izin PT Taman Harapan Indah); Pulau I, J, K, dan L (pemegang izin PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau I (pemegang izin PT Jaladri Kartika Paksi); Pulau M dan L (pemegang izin PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (pemegang izin PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (pemegang izin PT KEK Marunda Jakarta).
Sedangkan pulau C, D (pemegang izin perusahaan swasta besar), G (PT Muara Wisesa Samudra); dan N (PT Pelindo II) izinnya tidak dicabut lantaran sudah terlanjur dibangun.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang DKI Jakarta, saat ini tengah mengevaluasi terhadap rencanan detil tata ruang. Ditargetkan evaluasi tuntas pada 2019 ini.
Sedangkan menyangkut zonasi empat pulau reklamasi sudah tuntas, tinggal menunggu pembahasan dan pengesahan DPRD. Rencananya pengesahan Perda Zonasi Pulau Reklamasi bersamaan dengan pengesahan Perda RDTR.
Sumber Berita BPK Didesak Audit Pemprov DKI Terkait Diam-diam Berikan IMB di Pulau Reklamasi: Poskotanews.com