Putusan Hakim Terhadap Ahok Bertentangan dengan Prinsip ‘Rule of Law’
Ketua Setara Institute Hendardi menilai ‘trial by mob’ terjadi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Menyimak putusan terhadap Basuki, Hendardi melihat hakim telah menerapkan standar ganda dalam mempertimbangkan konteks peristiwa hukum di mana Ahok awalnya diduga melakukan penodaan agama.
“Di satu sisi hakim mempertimbangkan situasi ketertiban sosial yang diakibatkan oleh ucapan Basuki,” ujar Hendardi melalui keterangan pers, Selasa (9/5/2017).
“Tapi di sisi lain, hakim ahistoris dengan peristiwa yang melatarbelakangi pernyataan Basuki bahwa betapa politisasi identitas dan peristiwa hukum itu dijadikan alat penundukan yang efektif untuk memenangkan sebuah kontestasi,” lanjut dia.
Aspek-aspek non-hukum itulah yang mempertegas bahwa putusan majelis hakim PN Jakut merupakan ‘trial by mob’.
“Kerumunan massa menjadi sumber legitimasi tindakan aparat penegak hukum. Majelis hakim pun memilih jalan pengutamaan koeksistensi sosial yang absurd dibandingkan melimpahkan jalan keadilan bagi seorang warga negara, Basuki,” ujar Hendardi.
Putusan ‘trial by mob’ sudah barang tentu bertentangan dengan prinsip ‘rule of law’ dan membahayakan demokrasi serta hukum di Indonesia.
Sebab, sumber legitimasi bukan lagi berdasarkan kedaulatan rakyat yang mendasarkan diri pada UUD 1945, melainkan kedaulatan kerumunan orang.
Hal itu jelas mengingkari prinsip- prinsip negara hukum. Putusan ‘trial by mob’, lanjut Hendardi, pada akhirnya juga mengikis kepercayaan diri hakim untuk menjalankan asas ‘in dubio pro reo’.
Asas ini artinya, jika hakim ragu atas suatu hal, maka putusan haruslah berdasarkan pertimbangan yang paling menguntungkan terdakwa.
“Lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum satu orang tidak bersalah,” ujar Hendardi.
Dengan segala tekanan itu, hakim memutus Ahok bersalah dan terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156a KUHP.
Hakim memvonis Ahok hukuman dua tahun penjara, lebih berat dari tuntutan jaksa.
“Harus diakui bahwa majelis hakim bekerja di bawah tekanan gelombang massa yang sejak awal memberikan tekanan dan mendesak pemenjaraan Basuki,” ujar Hendardi.
Vonis hakim atas Basuki tersebut sekaligus mempertegas bahwa delik penodaan agama sangat rentan dijadikan alat untuk menekan kelompok kepentingan manapun.
“Delik penodaan agama rentan digunakan sebagai alat pendudukan bagi siapapun dan untuk kepentingan siapapun,” ujar Hendardi.
Sumber berita Putusan Hakim Terhadap Ahok Bertentangan dengan Prinsip ‘Rule of Law’ : kompas.com