Testimoni Saksi Kunci Johannes Marliem Sebelum Tewas
Kematian Johannes Marliem, saksi kunci kasus korupsi e-KTP (KTP elektronik) menyisakan banyak misteri.
Pria yang dikabarkan bunuh diri ditemukan dengan beberapa luka di tubuhnya, hal yang kurang lazim dalam peristiwa bunuh diri.
Beberapa waktu lalu, KONTAN sempat saling bertukar pesan dengan Marliem. Ketika itu ia sempat mengungkapkan kekecewaannya pada pimpinan KPK dan sebuah media massa lantaran pemberitaan yang membuat nyawanya terancam.
“Saya tidak mau dipublikasi begini sebagai saksi. Malah sekarang bisa-bisa nyawa saya terancam,” ujarnya.
“Seharusnya penyidikan saya itu rahasia. Masa saksi dibuka-buka begitu di media. Apa saya enggak jadi bual-bualan pihak yang merasa dirugikan? Makanya saya itu kecewa betul,” imbuh Marliem mengomentari bocornya kepemilikan rekaman pembicaraan terkait pembahasan proyek e-KTP.
Berita yang Marliem maksud ialah soal terbongkarnya bukti berupa rekaman pembicaraan. Padahal, rekaman tersebut sebenarnya tak ingin ia beberkan.
Johannes Marliem merekam seluruh pembicaraan dengan orang-orang yang terlibat proyek e-KTP. Sejak awal pembahasan megaproyek itu, ia telah merencanakan untuk merekam. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Marliem disebut sebagai penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 untuk proyek kartu tanda penduduk elektronik.
“Tujuannya cuma satu: keeping everybody in honest,” kata Johannes Marliem, saat diwawancara Tempo, pertengahan Juli 2017 melalui aplikasi video call FaceTime, posisinya saat itu di Amerika Serikat. Proyek itu kemudian menjadi kasus korupsi e-KTP dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
Tak main-main, Marliem secara gamblang menyebutkan ia memiliki bukti-bukti keterkaitan orang dengan kasus korupsi e-KTP itu.
“Hitung saja. Empat tahun dikali berapa pertemuan. Ada puluhan jam rekaman sekitar 500 GB,” kata dia. Johannes Marliem bahkan menantang, “ Mau jerat siapa lagi? Saya punya,” ujarnya.
“Saya kira sama saja hukum di AS juga begitu. Kita selalu menjunjung tinggi privacy rights, harus memberitahu dan consent bila melakukan perekaman,” tuturnya.
Itu sebabnya, ia sempat mengungkapkan harapannya agar (jurnalis) KONTAN tidak memelintir pemberitaan soal rekaman yang ia anggap sebagai catatan tersebut.
Pasalnya, dalam pemberitaan di media sebelumnya, seolah-olah dijelaskan bahwa ketua DPR RI Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka gara-gara rekaman yang ia miliki.
“Jadi tolong jangan diplintir lagi. Saya tidak ada kepentingan soal rekaman. Dan ada rekaman SN (Setya Novanto) atau tidak, saya juga tidak tahu. Namanya juga catatan saya,” ucap Marliem.
Marliem juga sempat membantah soal isi surat dakwaan yang menyebut ia sempat memberikan duit US$ 200.000 kepada Sugiharto, mantan pejabat Kemendagri yang sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sebagai buktinya, ia memberikan potongan rekaman pembicaraannya dengan Sugiharto.
Dalam pembicaraan itu, Marliem hanya ingin memberikan teknologi yang terbaik serta bekerja demi kesuksesan program e-KTP.
Harga yang ia berikan kepada konsorsium pun merupakan harga wajar dan tidak digelembungkan seenaknya.
Meskipun perusahaannya berbasis di Amerika Serikat, Marliem menggaransi data kependudukan tidak akan bocor.
Pasalnya server dan storage system berada di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.
Lantaran perusahaannya berasal dari negeri Paman Sam itu pula yang menjadi alasan dia tidak bisa main suap-menyuap.
“Saya sudah pahit-pahit ngomong di depan, bahwa kami ini perusahaan Amerika. Tidak bisa cawe-cawe. Kami tidak bisa mengeluarkan uang dari perusahaan untuk kepentingan tidak jelas,” tuturnya.
Pasalnya, jika melanggar, perusahaanya akan dijerat dengan FCPA (Foreign Corrup Practice Act) dan harus membayar denda besar jika terbukti menyuap.
Penerapan aturan ini serupa dengan pidana korporasi yang mulai digunakan KPK akhir-akhir ini.
Dalam kesempatan itu, Marliem juga sempat berkomentar soal kartu-kartu yang dikeluarkan pemerintah, seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera, BPJS dan sebaginya.
Baginya, kartu tersebut hanya pemborosan anggaran karena hanya plastik yang berisi tulisan. Sementara, e-KTP berisi data biometrik yang sangat valid. Dengan e-KTP, pemerintah bisa memastikan jumlah anggota keluarga, berapa anak yang harus disubsidi.
“KTP-el saat ini sudah siap, mau dijadikan e-Toll bisa, jadi e-money juga bisa. Tapi, karena di sektor-sektor itu sudah dikuasai mafia jadi pemerintah tidak berani ambil keputusan politis,” katanya.
Tim Forensik Los Angeles Sebut Pria Tewas di Beverly Grove adalah Johannes Marliem
Pria yang tewas di kawasan Beverly Grove, Los Angeles, AS, telah diidentifikasi sebagai Johannes Marliem.
Otoritas setempat, Jumat (11/8/2017) waktu setempat, akhirnya mengidentifikasi seorang pria yang tewas setelah membarikade diri di sebuah rumah di daerah West Hollywood.
Kejadian Kamis (10/8/2017) itu ditangani oleh Kepolisian Los Angeles (LAPD), yang atas insiden itu menutup seluruh area di sekitar North Edinburgh Avenue selama beberapa jam.
Menurut LAPD, Johannes Marliem sempat menyandera seorang perempuan dan seorang anak, yang setelah dinegosiasi akhirnya dibebaskan.
Setelah LAPD dan pasukan Senjata dan Taktik Khusus (SWAT) berhasil memasuki rumah tersebut, Johannes Marliem yang diketahui bersenjata itu ditemukan tewas di dalam.
Johannes Marliem dikatakan tewas akibat luka tembak yang dihasilkan atas perbuatan sendiri, alias bunuh diri.
Kantor Forensik Los Angeles kemudian mengidentifikasi jenazahnya sebagai Johannes Marliem, namun tak diberikan informasi lain soal itu.
Perilisan identitas tersebut juga dikonfirmasi oleh LAPD.
Media setempat yang berbasis di West Hollywood, WEHOville, menyebut bahwa Johannes Marliem merupakan seorang saksi kunci dalam sebuah penyelidikan kasus korupsi di Indonesia.
Dikatakan bahwa kasus tersebut melibatkan seorang menteri kabinet, dua gubernur, dan politisi penting lainnya.