Tsamara Amany Menilai Bebas Korupsi Dimulai dari Birokrasi

Tsamara Amany Menilai Bebas Korupsi Dimulai dari Birokrasi

Tsamara Amany Menilai Bebas Korupsi Dimulai dari Birokrasi

Bukan Tsamara Amany namanya jika tak lantang bersuara–tentang apapun. Dan salah satu hal yang menjadi kekesalannya adalah tentang budaya korupsi yang mencengkeram dan menggurita di Republik Indonesia.

Saat bertandang ke kantor kumparan, selain politik, soal korupsi pulalah yang selalu ia bicarakan. Dan tak lama setelah perbincangan soal korupsi itu, Ketua DPR Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam kasus e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

KTP elektronik hanya satu contoh dari gunung es kasus-kasus korupsi yang belum juga lenyap dari tanah air. Berikut petikan perbincangan kumparan dengan Tsamara soal korupsi dan politik.

Tsamara Amany
Tsamara Amany berbincang di kumparan. (Foto: Cornelius Bintang)

Korupsi bukan cuma masalah sistem. Ini kan juga terkait budaya–budaya memberi sogokan, money politics, pungutan liar, dan semacamnya. Mau dibuat peraturan seketat apapun, ketika menjadi budaya yang mengakar, itu akan terus berlanjut. Nah, bagaimana kita bisa mendekonstruksi budaya korupsi tersebut?

Begini, di Jepang itu, katanya anak-anak sebelum diajari apapun, mereka disuruh belajar antre dulu. Nyela antrean itu disebut korupsi. Nah, yang perlu dibangun itu memang budaya dari anak-anak kita.

Dimulai dari kebiasaan-kebiasaan yang paling kecil. Misalnya, gak boleh nyogok ke guru-gurunya supaya dapat nilai bagus. Gak usah pakai grafitifikasi dengan bawain makanan ke gurunya. Budaya-budaya seperti itu penting.

Aku suka banget sama Jepang yang menerapkan budaya mengantre. Itu bisa ditanamkan (di Indonesia). Tapi kalau kita mau bikin budaya-budaya seperti itu, kalau nggak ada penegakan hukum yang kuat, nggak ada efek jera, ya susah.

Tsamara Amany
Tsamara Amany berbincang di kumparan. (Foto: Cornelius Bintang)

Di kampusku ada mata kuliah antikorupsi. Itu oke. Kita bisa lihat bagaimana misalnya antikorupsi itu, bagaimana korupsi merajalela, dari hal yang paling kecil.

Yang memang harus dilakukan untuk mengubah budaya ini, kalau anak-anak kita mau diajarin bener kayak gitu nanti, besarnya nanti akan sama-sama lagi (korupsi) kalau birokrasi nggak direformasi.

Membangun budaya bebas korupsi salah satunya dimulai dari birokrasi. Nah, kalau birokrasinya ini tidak punya jiwa melayani, itu percuma. Misalnya pelayanan publik, itu harus dipastikan bahwa (petugas) pelayanan publik ini tidak mau menerima uang.

Sehingga kalau ada warga yang mencoba menyogok, bilang saja nggak mau, kan warga diam. Di situ akan ada fungsi edukasi ke warga. Warga jadi berpikir, “Oh berarti kalau misalnya kita sekarang mengurus misalnya izin dan lain-lain itu harus ada sogokan. Karena memang dilarang.”

Tsamara Amany
Berbincang dengan Tsamara Amany di kumparan. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)

Reformasi birokrasi ini bisa dilakukan dengan sistem lelang jabatan. Nah, mereka-mereka yang sudah jelas korup, mereka-mereka yang kinerjanya nggak bagus, ya dibuang saja. Sementara yang bagus-bagus, yang muda-muda, yang punya budaya antikorupsi, ya naik.

Nah kalau birokratnya baik, pemimpinnya ya terutama harus baik. Birokratnya baik, anak-anaknya akan dididik budaya-budaya antikorupsi. Itu akan berjalan dengan sendirinya.

Tapi kalau anak-anaknya dididik budaya antikorupsi, namun birokratnya masih korup mentalnya, nanti anak-anak itu pas sudah ketemu dunia usaha, masuk jadi PNS, masuk ke politik, ya sama-sama lagi–korupsi.

Jadi budaya dalam pemerintahan itu sangat penting untuk diubah. Budaya-budaya yang terlalu prosedural, banyak-banyakin peraturan, dibelit-belitin untuk (mempersulit) orang. Itu harus diubah. Harus dari situ. Reformasi birokrasi itu sangat penting.

 

Sumber Berita Tsamara Amany Menilai Bebas Korupsi Dimulai dari Birokrasi : Kumparan.com