Pansus Angket KPK yang Dipertanyakan Keabsahannya dan Biaya 3,1 Milyar

Pansus Angket KPK yang Dipertanyakan Keabsahannya dan Biaya 3,1 Milyar

Pansus Angket KPK yang Dipertanyakan Keabsahannya dan Biaya 3,1 Milyar

Polemik berkepanjangan ternyata tak menghentikan niat DPR RI untuk membentuk Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus KPK). Pansus itu dianggap mayoritas legislator diperlukan untuk menilai baik-buruk kinerja lembaga antirasuah tersebut. Lantas, bagaimana kinerja DPR sendiri?

Pansus KPK hingga kekinian masih menjadi topik perdebatan hangat. Pansus itu dinilai tak diperlukan, sebab kinerja KPK sementara ini terbilang baik. Itu merujuk pada aktivitas KPK yang tetap bisa menunjukkan taring terhadap para koruptor.

Tapi di lain sisi, terutama para legislator, menilai KPK kekinian semakin sewenang-wenang dalam pengusutan kasus rasuah.

Anggota DPR sendiri terbelah mengenai polemik itu. Ada yang mendukung, tapi tak sedikit menolak pansus.

Namun, di tengah beragam polemik tersebut, Pansus KPK memutuskan untuk tetap bekerja. Nah, agar bisa bekerja, mereka buru-buru mengusulkan agar mendapat uang senilai Rp3,1 miliar.

Usulan itu diketahui dari Ketua Pansus KPK sendiri, Agun Gunanjar, yang kekinian juga menjadi saksi terperiksa KPK terkait kasus korupsi e-KTP.

“Uang itu diperlukan untuk biaya konsingering, kunjungan ke luar kota, dan konsumsi. Uang itu juga diperlukan untung mengundang para pakar dan ahli terkait tugas kami selama 60 hari ke depan,” ungkap Ketua Pansus KPK Agun Gunanjar, Kamis (8/6/2017).

Pansus hanya sekilas memperlihatkan rincian penggunaan dana tersebut. Dalam data itu tertulis, Rp29 juta untuk makan dan Rp13 juta untuk kudapan. Total untuk mengadakan rapat-rapat adalah Rp 582,5 juta.

Besarnya dana pansus tersebut turut memperpanjang daftar kritik terhadap mereka sendiri. Sebab, sebelumnya, penetapan pansus itu sendiri dianggap bertendensi politis dan cacat hukum.

Tendensi politis itu bermula ketika Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menggagas penetapan pansus tersebut. Gagasan itu dilontarkannya setelah KPK menyebut banyak legislator yang diduga menekan tersangka keterangan palsu kasus korupsi e-KTP, Miryam S Hanayani, untuk tak buka mulut mengenai wakil-wakil rakyat penerima duit ilegal.

Nah, Pansus KPK kali pertama digagas oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah lantaran hal tersebut. Karenanya, DPR secara resmi menyebut pansus itu untuk mendesak KPK membuka rekaman penyidikan terhadap Miryam—anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura periode 2009-2014.

Pembukaan rekaman tersebut dimaksudkan agar tak terjadi fitnah terhadap legislator. Sebab, KPK mengklaim Miryam dalam rekaman itu menyebut mendapat tekanan dari koleganya di DPR antara lain, Bambang Soesatyo, Aziz Syamsudin, Desmond J Mahesa, Masinton Pasaribu, dan Syarifudin Suding.

Sementara pansus itu dinilai cacat hukum karena ditetapkan secara sepihak oleh Fahri pada rapat paripurna, Jumat (28/5/2017).

Dalam sidang itu, legislator yang hadir berjumlah 204 orang. Sebanyak 30 orang yang hadir memboikot, yakni melakukan aksi walkout.

Sedangkan wakil rakyat yang tak hadir, sebanyak 120 orang izin dengan alasan sakit. Sisanya, 218 orang tidak hadir tanpa keterangan alias bolos.

Karenanya, merujuk Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Tertib, sidang tersebut seharusnya tak bisa dilanjutkan karena tidak memenuhi syarat kuorum sidang paripurna. Dalam peraturan itu disebutkan, sidang paripurna baru bisa dilakukan setelah kuorum diikuti sedikitnya 279 anggota.

Menanggapi hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz meminta pemimpin KPK tak hadir kalau dipanggil pansus tersebut.

“Tidak bisa (panggil paksa), dia tidak punya kekuatan hukum, karena sejak awal dia sudah cacat hukum. Maka tindakan-tindakan yang terkait dengan pansus itu tidak bisa dibenarkan secara hukum,” kata Donal.

Urusan bolos, anggota DPR memang terbilang jago. Dalam data yang terhimpun terungkap, persentase kehadiran anggota DPR pada masa sidang I 2016 hingga kekinian tidak pernah mencapai 50 persen.

Pada masa sidang V DPR kekinian hingga Kamis (8/6) pekan ini, hanya 306 legislator yang tandatangan dalam formulir absensi sidang. Namun, jumlah ini tidak tunggal, sebab WikiDPR menyebut jumlah anggota dalam ruang sidang Kamis hari itu hanya 79 orang dewan.

Sebagai pembanding, dalam masa sidang sebelumnya, yakni masa sidang ke IV (15 Maret-28 April 2017), persentase tingkat kehadiran legislator hanya mencapai 36,43 persen.

Satu semester sebelumnya, yakni masa sidang ke III (10 Januari s/d 23 Februari 2017), persentase kehadiran anggota dewan hanya 48,39 persen.

 

Baca juga : Ini Penjelasannya Jubir KPK Sebut Keabsahan Pansus Angket KPK Dipertanyakan

 

 

Sumber berita Pansus Angket KPK yang Dipertanyakan Keabsahannya dan Biaya 3,1 Milyar : suara