Apa Istilah “Saksi” yang Tepat untuk Johannes Marliem?
Marzuki Alie menyebut jadi saksi nikah lebih baik daripada saksi kunci. Apa sebenarnya arti saksi kunci?
Di akun twitternya, mantan ketua DPR itu berdebat panjang dengan netizen soal istilah saksi kunci, saksi nikah sampai menjemput doa. Dia mengomentari kicauan dari Mantan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhammad Said Didu pada 11 Agustus lalu, soal tewasnya saksi kunci kasus korupsi e-KTP Johannes Marliem.
“Makanya jangan jadi saksi kunci, lebih baik jadi saksi nikah sajalah, bisa mencuri doa,” tulis Marzuki.
Makanya jangan jadi saksi kunci, lebih baik jadi saksi nikah sajalah, bisa mencuri doa.
— Marzuki Alie Dr.H. (@marzukialie_MA) August 12, 2017
Netizen bertanya kepada Marzuki maksud dari pernyataan tersebut. Banyak yang menuding, Marzuki tidak peka karena Johannes baru saja meninggal dunia. Sebagian lagi mempersoalkan maksud saksi kunci dianggap tidak lebih baik daripada saksi nikah.
Dan Marzuki pun menjawab: “Saksi kunci itu artinya ada indikasi ikut main, atau minimal tau tapj membiarkan krn kita ada manfaat. Mk lbh baik ditolak.”
Marzuki menjelaskan, saksi kunci itu ada kemungkinan indikasi ikut main, padahal sebetulnya bisa menolak.
Sebetulnya apa makna saksi kunci itu sebenarnya? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada definisi saksi kunci. Di situ tertulis:
Saksi yang sangat penting, yang dianggap mengetahui permasalahan dan dapat membantu dalam persidangan.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dijelaskan soal definisi saksi. Namun tak ada soal istilah saksi kunci.
Dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP saksi diartikan:
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Aradilla Caesar, menegaskan KUHAP memang tidak mengenal istilah saksi kunci. Tidak ada perbedaan kedudukan terkait saksi.
“Kalau mengacu pada KUHAP kedudukannya sama. Disebut saksi kunci karena dia mengetahui informasi yang bisa membuka kotak perkara itu,” terangnya kepada kumparan, Minggu (13/8).
Selain saksi kunci, ada juga istilah saksi mahkota. Polisi dan penyidik kadang menggunakan istilah ini dalam penyampaian rilis kepada publik. Definisinya agak berbeda dengan saksi biasa.
Dikutip dari hukumonline.com, saksi mahkota berdasarkan alasan pemohon kasasi (kejaksaan) dalam Putusan Mahkamah Agung No. 2437 K/Pid.Sus/2011 yang menyebutkan bahwa:
“Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP mengenai Saksi mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan perspektif empirik maka Saksi mahkota didefinisikan sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau Terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut diberikan mahkota. Adapun mahkota yang diberikan kepada Saksi yang berstatus Terdakwa tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Menurut Prof. DR. Loebby Loqman, S.H., M.H., dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Saksi mahkota adalah kesaksian sesama Terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa penyertaan.”
Lalu apa sebenarnya posisi Johannes Marliem dalam posisi kasus dugaan korupsi e-KTP? Dalam surat dakwaan, Johannes disebut pernah melakukan pertemuan di Hotel Sultan pada sekitar bulan Oktober 2010.
Ketika itu, Johannes diajak mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini bertemu dengan Irman, Sugiharto, pengusaha Andi Narogong, Ketua Tim Teknis Pengadaan e-KTP Husni Fahmi, serta anggota DPR Chairuman Harahap.
Ketika itu, Johannes dikenalkan Diah sebagai pihak yang nantinya menyediakan provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1 yang akan digunakan dalam proyek e-KTP. Hal tersebut disetujui oleh Irman dan Sugiharto.
Johannes pun diarahkan Irman untuk berkoordinasi dengan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Pengadaan e-KTP. Ia juga disebut beberapa kali ikut dalam pertemuan di Ruko Fatmawati terkait pengadaan proyek e-KTP.
Masih dalam surat dakwaan, ia disebut pernah memberikan uang sebesar 200 ribu dolar AS kepada Sugiharto di Mall Grand Indonesia sekira bulan Juni 2011. Ia kembali disebut memberikan uang sebesar 20 ribu dolar AS kepada Sugiharto pada bulan Oktober 2012. Sugiharto kemudian membeli mobil Honda Jazz dari mobil tersebut. Uang itu merupakan bagian dari keuntungan yang didapat Johannes yakni sebesar 16.431.400 dolar AS dan Rp 32.941236.891.
Johannes Marliem sudah berada di Amerika Serikat pada saat kasus ini bergulir. Penyidik KPK bahkan terbang langsung ke Amerika untuk memeriksa Johannes.
Ia mengklaim mengantongi bukti pembicaraan dengan para perancang proyek Rp 5,9 triliun itu. Salah satunya, rekaman pertemuannya dengan Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR.
Nah, dengan peran Johannes di atas, apa istilah yang tepat untuknya?
Baca juga : Mencari Jejak Johannes Marliem dan Ketertarikannya pada Politik AS
Sumber berita Apa Istilah “Saksi” yang Tepat untuk Johannes Marliem? : kumparan