Gerakan Nasional Non Tunai Diduga Hasil Lobi Perbankan pada Negara

Gerakan Nasional Non Tunai Diduga Hasil Lobi Perbankan pada Negara

Gerakan Nasional Non Tunai Diduga Hasil Lobi Perbankan pada Negara

Pemerintah memasuki Oktober 2017 ini serentak secara nasional untuk menggunakan e-toll card atau kartu pembayaran di pintu-pintu ruas tol seluruh Indonesia.

Namun ada apakah dibalik ini semua? ASPEK Indonesia atau Asosiasi Pekerja Indonesia akan mengupas apa sesungguhnya yang terjadi dan dampaknya bagi konsumen serta para pekerja di ruas-ruas jalan tol diseluruh Indonesia.

Konspirasi diantara dunia perbankan dengan BI yang melegalkan pembayaran tol hanya menerima uang kartu atau e-told card mengancam PHK besar-besaran karyawan pekerja pintu tol diseluruh Indonesia. Artinya ini akan menimbulkan masalah baru yaitu pengangguran besar-besaran.

Aspek Indonesia meminta kepada pemerintah bahwa untuk menerapkan teknologi tidak mengorbankan nasib ribuan anak bangsa untuk mempunyai pekerjaan yang layak, khususnya para pekerja ruas tol diseluruh Indonesia yang terancam PHK.

Setiap regulasi dari pemerintah yang bekerja sama dengan korporasi, harus selalu mengutamakan kepentingan rakyat, bukan mementingkan keuntungan bagi korporasi tersebut dalam hal ini korporasi perbankan yang sangat diuntungkan.

Berdasarkan penelusuran ASPEK untuk mendapatkan kartu tol tersebut dengan membeli seharga Rp 50 ribu, namun pembeli hanya mendapatkan saldo sebesar Rp 40 ribu, Selisih Rp 10 ribu menurut penjual adalah untuk biaya pembuatan kartu.

Kemudian saat ditanya apabila akan mengisi ulang, berapa harus bayar dan berapa saldo yang akan didapatkan?

Penjual bilang isi ulang kartu tol bisa didapatkan dibeberrapa toko swalayan dan dengan harga Rp 50 ribu, ke penjual harus menyerahkan Rp 52 ribu.

Menurut ASPEK masyarakat sudah dirugikan, karena sebelum masyarakat menggunakan kartu itu, masyarakat sudah dipotong Rp 10 ribu dari uang yang dibayarkan. Bisa dibayangkan dari Rp 10 ribu tersebut dikalikan jutaan pengguna ruas jalan tol maka berarti akan masuk trilyunan uang kepada perbankan yang jelas sangat diuntungkan.

Kemudian setiap isi ulang e-toll card ada biaya tambahan, dan itu jelas merugikan konsumen pengguna jalan tol.

Setelah penggunaan e-toll card secara nasional digunakan, maka masyarakat tidak bisa lagi menggunakan uang rupiah untuk membayar sebagai alat pembayaran yang sah, dan itu berarti melanggar UU tentang uang yang mengatakan bahwa alat pembayaran yang sah adalah rupiah.

isi UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Pasal 1 ayat (1) dan (2):
“Mata uang yang dikeluarkan NKRI selanjutnya disebut Rupiah”
“Uang adalah alat pembayaran yang sah”
Pasal 21 ayat (1):
“Rupiah wajib digunakan dalam;
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan/atau
c. Transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di NKRI;”

UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Pasal 23 ayat (1);
“setiap orang DILARANG MENOLAK untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai alat pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah NKRI”

Pasal 33 ayat (2);
“apabila dilakukan oleh korporasi, pidana dendanya ditambah 1/3 dari denda maksimum, penyitaan harta benda korporasi dan/atau pengurus korporasi, hingga pencabutan ijin usaha paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak 200 juta rupiah”

Menurut ASPEK sesungguhnya pihak yang paling diuntungkan dari GNNT ini adalah dunia perbankan.

Solusinya adalah masyarakat boleh memilih bayar tunai atau pakai kartu, biarkan masyarakat yang memilih. Pemerintah agar tidak menggunakan kebijakan penggunaan non tunai 100 % di setiap pintu tol diseluruh Indonesia.
“orang yang menolak menerima Rupiah, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak 200 juta rupiah”

 

 

Baca juga : Pemerintah Alokasikan Warga Papua Nikmati 10 % Saham Freeport

 

 

Sumber berita Gerakan Nasional Non Tunai Diduga Hasil Lobi Perbankan pada Negara : ASPEK Indonesia