Gus Dur Pernah Tuding Jenderal “Kunyuk” Dalang Kerusuhan Ambon

Gus Dur Pernah Tuding Jenderal "Kunyuk" Dalang Kerusuhan Ambon

Gus Dur Pernah Tuding Jenderal “Kunyuk” Dalang Kerusuhan Ambon

Tanpa Gus Dur, negeri ini takkan rame. Dengan Gus Dur, mayoritas disadarkan agar jangan melakukan tirani. Berkat Gus Dur, kaum beragama harus diinsyafkan agar jangan terjebak di ritual formalistik simbol-simbol lahiriyah saja, lebih-lebih agar jangan jumawa.

Di zaman Gus Dur, rakyat jelata, kyai bersendal, sarung dan bajaj masuk istana. Dari Gus Dur lah, sgala mitos2 kedewaan penguasa dan kesakralan politik diruntuhkan. Sejak Gus Dur lah kita bisa menertawakan siapa saja. Dan “Kegilaan” Gus Dur lah yg juga membikin banyak orang sok waras menjadi gila.

Hanya gus dur lah yg di depan anggota DPR, dengan enteng berani mengucapkan “PREK” dan menyebut mereka kayak anak TK, sehingga anggota dewan yg terhormat pun tersinggung berat. Kalimat khasnya “gitu aja kok repot” kerap hadir di berbagai kesempatan.
Makin heboh lagi saat gus dur mengucapkan “Sepuluh persen TNI tak loyal; Wiranto harus mundur dari menkopolkam; Wiranto itu seorang perwira yg baik dan telah menolong saya pada masa lalu; feisal tanjung pernah berusaha membunuh saya dan mega; ada konspirasi dan skenario besar ingin jatuhkan presiden; jakarta siaga II; biang kerok kerusuhan ada di MPR; Tangkap Tomy Winata, tangkap Tomy dan habib Ali Baagil, FPI bajingan, serta lucuti senjata pengawal soeharto yg bukan TNI dan Polri.

Purnawirawan Mayjen TNI Kivlan Zen

Termasuk, “sabda” Gus Dur yg bikin heboh sekaligus bikin ketar ketir publik adalah saat Gus Dur mengatakan bahwa dalang kerusuhan Ambon adalah “Mayjen K”.

Lantas saja, Mayjen Kivlan Zen, kawan Letjen Prabowo, merasa dituduh dan ia pun mengunjungi Gus Dur. Gus Dur pun membantah yang ia maksud adalah Kivlan. Kata Gus Dur “Yang saya maksud adalah Mayjen Kunyuk” (bhahaha).

Kivlan merasa tertuduh, sebenarnya itulah tujuan Gus Dur. Orang justru bertanya mengapa Kivlan merasa tersinggung.

Gus Dur pernah menuduh orang berinisial ES terlibat dalam rekayasa pembantaian orang-orang Nahdlatul Ulama di Banyuwangi, Jawa Timur. Eggy Sudjana, aktifis Islam yang dekat dengan Cendana merasa tertuduh.

Ia pun mengunjungi Gus Dur, dan membantah tuduhan itu. Gus Dur, pun lagi-lagi hanya tertawa. “Yang saya maksud itu Eyang S,” ujar Gus Dur. Dan publik maklum bisa saja ES itu adalah eyang soeharto. Dan jika Eggy merasa dituduh, malah akan membuat publik percaya bahwa Eggy memang adalah sumber masalah.

Eggy Sudjana

Jangan lupakan pula, aksi berani Gus Dur melawan orang2 “terhormat” di DPR dengan mengangkat Rusdiharjo sebagai kapolri tanpa persetujuan DPR, penonaktifan Kapolri Bimantoro dan pengangkatan Chaeruddin Ismail sbagai pejabat sementara kapolri yg lagi2 tanpa persetujuan DPR, memuncak gus dur mengeluarkan dekrit untuk membubarkan DPR, MPR serta partai Golkar (bhahaha).

Gayung pun bersambut. Menanggapi pernyataan2 gus dur yg demikian, pesaing-pesaing politiknya membalasnya dengan pernyataan tandingan (counter discurse), seperti “Presiden gila”, “Saraf memori presiden ada yg tidak beres”, “Gus Dur jangan pethentang-pethenteng”, “Presiden selingkuh dengan Aryanti, “Presiden akan saya jewer” dan sebagainya.

Kata para pengamat, hal demikian mengambarkan terjadinya komunikasi yg tidak sehat. Namun bagi rakyat, itu justru hiburan yg sangat merakyat.

Sebab, selama orde baru, ungkapan2 semisal itu tidak pernah muncul dari elit politik, apalagi dari soeharto yg bahasa-bahasanya sangat baku, kepriyaian, hati-hati, datar, tenang dan seperlunya, sehingga dari sisi retorika tidak menarik dan sudah berurat akar.

Makanya, orang2 pun kaget sekaligus tersadarkan dengan “model” ucapan gus dur. Pun, seharusnya mereka berterimakasih pada Gus Dur karena sudah menyadarkan bahwa kita adalah manusia biasa. Atas jasa “misuh” Gus Dur inilah bahwa misuh adalah lumrah. Misuh adalah bagian dari kesehatan jiwa. Artinya rakyat sudah merdeka, dan bermanis rapi kata bukanlah satu-satunya syarat bahwa orang itu bertakwa.

Jika soekarno adalah meledak-meledak dan revolusioner, Soeharto yg retorikanya datar sehingga kurang menarik didengar, semuanya menjadi beda lagi dengan model komunikasi politik Gus Dur yg kerap mengundang kontroversi dan serba blak-blakan namun dengan kemampuan dialog dan bermonolog yg hebat. Seperti yg pernah dinyatakan Gus Dur:

“Suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi bukan suara profesor, bukan suara siapa-siapa. Saya bicara apa adanya. Rakyat yg paling bodoh sekalipun belum kalah bijaksana dengan orang2 bertitel tinggi. Berapa banyak profesor, doktor, insinyur, sarjana hukum segala macam, ternyata dia maling” (Kompas, 30/6/2000).

Kata “rakyat” diulang dua kali untuk menunjukkan sikap populis gus dur kepada rakyat. Dan secara umum, kiranya semua orang mengaminkan bahwa benarlah orang yg berpendidikan tinggi belum tentu perilakunya mulia. Namun ucapan Gus Dur adalah kalimat bersayap.

Sebab, lebih spesifik lagi jika membaca konteks saat gus dur mengucapkannya, maka publik tak terlalu sulit menerka bahwa yg ia maksud dengan profesor tak lain adalah profesor Amien Rais yg terus menggalang kekuatan mengadakan Sidang Istimewa, sedangkan “Insinyur” adalah Ir. Akbar Tanjung yg memberi angin atas terselenggaranya Sidang Istimewa itu, sedangkan kalimat “maling” tentu saja bermakna sangat dalam, yg maklumlah kita bahwa itu sepertinya pas dinisbahkan kepada anggota2 DPR yg kerap doyan korupsi (sekaligus yg mendukung memakzulkan Gus Dur).

Kini, Gus Dur telah tiada, banyak yg tidak menyukainya namun saya yakin yg mencintainya jauh lebih banyak. Dia berani menantang arus, dia berkata apa adanya, kerap dikecam oleh umat yg seagama dengannya namun yg mengaguminya dari yg seagama juga tak terkira.

Jika ada kyai-kyai, ustadz-ustadz, dan habaib2 yg tak sependapat dengannya (bahkan yg konfrontatif), maka kyai2, ustadz-ustadz, para habaib (keturunan rasulullah) yg mendukungnya juga ada, lah khan Gus Dur juga habib, punya garis keturunan darah biru dari wali songo hingga nasab ke baginda nabi juga.

Bagi orang2 termarjinalkan, yg sering dilupakan, yg minoritas, Gus Dur adalah pahlawan. Ia adalah salah satu simbol kebebasan, kesetaraan dan kemerdekaan.

Gus Dur, adalah representasi para rakyat jelata apa adanya, manusia biasa, punya kekurangan dan kelebihan, bisa khilaf bisa benar.

Yg dapat memberi pelajaran bahwa kalau jadi pemimpin itu ya merakyat apa adanya, manusia biasa yg jangan merasa hebat dari manusia lainnya. Dia representasi pemimpin yg bertutur kata apa adanya, seharusnya ya dimaklumi kalau dia berucap apa adanya, siapa tau memang benar ada apanya.

Perlu bahasa cinta, kaidah sastra dan dimensi sufi plus punya sense humor yg tinggi dalam mencerna apa yg diucapkannya.

Sebab statemen2 Gus Dur meski ceplas ceplos namun bukannya tanpa dasar. Bisa2 itu laporan kyai2 mursyidnya, juga intelijen2 kepercayaannya yg tentunya punya akses ke badan intelejen, bisa saja juga dari daya linuwih Gus Dur sendiri.

Konon katanya, bahwa seperti Andy Mallarangeng yg masuk penjara gara2 kasus wisma atlet ternyata dulu punya riwayat pernah “mengata-ngatain” sesuatu yg tak enak kepada Gus Dur.

Si Ngeri Ngeri Sedap Sutan Bathoegana jelas pernah kepleset ngata-ngatain Gus Dur walaupun sudah minta maaf dan dimaafkan, kini juga malah kepleset masuk penjara.

Soeharto yg pengen melengserkan Gus Dur malah lengser duluan. Soeharto yg diduga pernah ingin menghabisi Gus Dur justru dimaafkan Gus Dur. Jelas, kasusnya korupsi dan tak ada sangkut pautnya dengan “mengata-ngatain” Gus Dur itu. Kejatuhan orang2 si anu si ini tak ada kaitannya dengan yg disebut kualat.

Tak ada relevansinya. Tak ada rasionalnya. Namun sepertinya entah kenapa entah berantah kok ada hubungannya ya, silahkan percaya silahkan tidak percaya. Kita tunggu saja siapa berikutnya.

 

 

Baca juga : LBH Silnyalir Nama Kivlan Zen Dibalik Aksi Pengepungan Kantor

 

 

Sumber berita Gus Dur Pernah Tuding Jenderal “Kunyuk” Dalang Kerusuhan Ambon : beritaheboh.com