Jokowi Disarankan agar Angkatan Udara Diberi Jabatan Panglima TNI

Jokowi Disarankan agar Angkatan Udara Diberi Jabatan Panglima TNI

Jokowi Disarankan agar Angkatan Udara Diberi Jabatan Panglima TNI

Direktur Imparsial Al Araf menegaskan sudah seharusnya ada rotasi posisi Panglima TNI. Rotasi dimaksudkan agar terdapat penyegaran di tubuh TNI dan menghentikan manuver-manuver Gatot yang dianggap masuk ranah politik.

“Sudah seharusnya ada rotasi. Panglima TNI yang sekarang ini kan juga sudah memasuki masa menjelang pensiun. Jadi, tidak ada masalah jika melakukan rotasi sekarang,” tegasnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/9/2017).

Dia melanjutkan, pergantianpun sebaiknya diberikan kepada Angkatan Udara. Dalam aturan TNI, urainya, harus ada rotasi dari setiap Matra untuk jabatan panglima. Sehingga, pada periode mendatang panglima diberikan kepada Matra Udara.

“Ini kan Darat sudah dua kali, berarti besok itu sebaiknya dari Udara,” kata dia.

Bukan hanya alasan itu, Al Araf menjabarkan, jika nantinya angkatan udara menjadi panglima TNI, maka cita-cita Jokowi untuk memperkuat poros maritim dapat tercapai secara baik. Pasalnya, dua kekuatan yaitu Laut dan Udara yang memiliki visi memperkuat maritim.

“Kalau orang bilang, poros maritim harus dari angkatan Laut, tidak juga. Udara juga bisa berperan besar. Asal tidak darat lagi,” ujarnya.

Ketentuan soal pergantian Panglima TNI diatur dalam pasal 13 ayat 4 Undang-undang nomor 34 tahun 2004 yang berbunyi “Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan,”

Maka dengan begitu, terdapat tiga nama yang saat ini sedang menjabat sebagai kepala staf angkatan yakni, KASAD yang dipegang Jenderal TNI Mulyono, Kasau yang dijabat Marsekal TNI Hadi Tjahjanto serta Kasal yang diamanahkan kepada Laksamana TNI Ade Supandi.

Polemik sudah jelas

Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengatakan persoalan pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo sudah dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto.

Kata dia, pernyataan dari Wiranto pada Minggu (24/9) lalu sudah meluruskan hal-hal yang disebut oleh Gatot Nurmantyo. Pemerintah, lanjutnya, sudah menyerahkannya kepada Wiranto.

“Ya pokoknya saya ikut Pak Wiranto apa yang dijelaskan. Kan itu Pak Wiranto bilang setelah, Pak Gatot bilang. Pak wiranto yang meluruskan,” jelasnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (26/9)
“Saya mengikuti yang dikatakan Pak Wiranto. Saya kira itu sudah cukup jelas,” lanjutnya.

Menkopolhukam, Wiranto sebelumnya mengakui pernyataan Panglima TNI yang diucapkan di acara yang juga dihadiri olehnya di Mabes TNI, Jumat lalu (22/9). Pernyataan itu dinilai telah menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat.

Bahkan menurutnya pernyataan itu, bisa membuat masyarakat berpikir bahwa ada pihak di luar TNI dan Polri, yang hendak membangun kekuatan. Ia menegaskan, hal tersebut sama sekali tidak benar.

Jumlah senjata yang dibeli menurut Wiranto hanya sebanyak 500 pucuk, tidak seperti yang disebutkan Panglima TNI, yakni sebanyak 5000 pucuk.

Hingga Panglima TNI mengeluarkan pernyataan ada institusi di luar TNI dan Polri yang hendak menyeludupkan senjata dalam jumlah banyak, menurutnya hal itu disebabkan masalah komunikasi.

500 pucuk senjata yang diperuntukan bagi anggota BIN itu, dibeli dari PT. Pindad. Wiranto mengatakan untuk keperluan pembelian senjata itu, hanya diperlukan izin dari ke Mabes Polri, dan tidak perlu izin dari Mabes TNI. Presiden RI. Joko Widodo, menurut Wiranto juga tidak perlu terlibat dalam proses pembelian senjata itu.

“Masalah ini tidak perlu dipolemikan, ada satu komunikasi yang belum tuntas, itu saja. Panglima TNI merasa bahwa perlu perizinan dari Mabes TNI karena standar TNI, tapi ternyata itu non standar TNI, oleh karena izin ukup dari Mabes Polri,” katanya.

Panggil Panglima

Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengatakan pihaknya akan memanggil Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan juga Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dalam waktu dekat. Meski agenda pertemuan nantinya akan membahas mengenai anggaran, namun, kata Kharis tidak menutup kemungkinan untuk membahas situasi yang terjadi belakangan.

“Kami akan memanggil Panglima TNI dan Menhan, 3 Oktober 2017 nanti. Disitu kami juga akan meminta penjelasan dari keduanya,” kata dia saat dihubungi.

Kharis menyampaikan dirinya masih enggan berkomentar lebih jauh terkait dengan pernyataan Gatot mengenai adanya pemesanan 5 ribu pucuk senjata oleh seorang jenderal. Pasalnya, kata dia, pernyataan itu masih ‘abu-abu’.

Seperti pernyataan mengenai sebuah institusi yang disebutkan oleh Gatot, misalnya. Dalam pernyataan itu, Gatot dinilai sama sekali tidak menyinggung pihak polri maupun pihak-pihak yang belakangan dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto.

“Apa Panglima bilang itu Polri? BIN? Kan tidak, yang menyebut itu kan Pak Menko. Bukan Panglima. Makanya saya bilang ini masih belum jelas,” sebut dia.

Pernyataan berikutnya, yakni mengenai jumlah senjata juga dirasa masih belum terkonfirmasi. Kata Kharis, Panglima menyebut 5 ribu pucuk juga pasti memiliki info tersendiri yang didapatkan sebelumnya.

“Jadi, ini semua yang nanti kita coba untuk konfirmasi ke Panglima. Biar saya juga jelas, DPR juga jelas, masyakarakat juga mendapatkan informasi yang benar,” ucapnya.

Dirinya juga enggan berandai-andai apabila nantinya Gatot Nurmantyo akan dicopot atau pensiun dini sebagai pimpinan TNI. Alasannya, hal itu merupakan kewenangan presiden untuk melakukan penggantian dengan mekanisme yang berlaku.

“Itu hak presiden, bukan kewenangan kami. Kami hanya melakukan fit and propertest apabila sudah ada surat dari presiden,” tandas Kharis.

 

 

Baca juga : Dinilai Bocorkan Info Intelijen, Imparsial Minta Panglima TNI Dievaluasi

 

 

Sumber berita Jokowi Disarankan agar Angkatan Udara Diberi Jabatan Panglima TNI : tribunnews