Mahfud MD Sebut Dari Semua Kasus yang Ditangani Waktu di MK, Tak Sampai 1 Persen yang Dikabulkan

Mahfud MD Sebut Dari Semua Kasus yang Ditangani Waktu di MK, Tak Sampai 1 Persen yang Dikabulkan

Mahfud MD Sebut Dari Semua Kasus yang Ditangani Waktu di MK, Tak Sampai 1 Persen yang Dikabulkan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memberi tanggapan soal nasib gugatan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang saat ini sudah mulai disidangkan di MK.

Hal tersebut dijelaskan oleh Mahfud MD saat melakukan wawancara dengan stasiun tvOne, Kamis (13/6/2019).

Dikutip dari channel YouTube tvOneNews, Mahfud MD saat itu diminta untuk menanggapi soal pendekatan yang dilakukan oleh hakim MK dalam memutus perkara gugatan BPN.

Diketahui, selama ini MK melakukan dua pendekatan dalam perkara gugatan yakni pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.

“Saya meyakini, bahwa pendekatan kualitatif itu akan dilakukan, tetapi saya tidak tahu karena saya belum membaca, melihat bukti atau alat bukti yang diajukan, apakah nanti akan dikabulkan atau tidak, itu soal lain,” jelas Mahfud MD.

“Karena sejauh pengetahuan saya, hampir MK itu tidak menolak untuk mengadili masalah-masalah yang sifatnya kualitatif,” ungkap Mahfud MD.

Menanggapi hal tersebut, Mahfud MD lantas menyinggung saat dirinya masih aktif bekerja untuk memutus kasus yang diajukan ke MK.

“Tetapi supaya diingat, dari 396 kasus yang saya tangani, itu hanya 11 yang dikabulkan, jadi tidak sampai 0,20 persen, tidak sampai 1 persen, seperempat persen saja tidak,” jelas Mahfud MD.

“Karena tidak mudah sebenarnya untuk membatalkan itu,” jelas Mahfud.

Sebelumnya, Mahfud MD turut menjelaskan bahwa memang MK dalam memutus perkara biasanya menggunakan pendekatan kualitatif dan juga pendekatan kuantitatif.

“Saya baca dari aturan yang ada sekarang, dan berdasarkan pengalaman yang berlangsung selama ini, pengadilan di MK itu bisa kuantitatif sekaligus kualitatif,” jelas Mahfud.

“Ada yang mengatakan MK itu hanya kuantitatif, menilai kembali atau mencermati kembali hasil perhitungan oleh KPU, sehingga tidak bisa kualitatif,” tambahnya.

“Ketentuan yang seperti itu sampai sekarang ada di Undang Undang Dasar, sengketa menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, dulu dianggap penghitungan kuantatif semata, sehingga pada waktu itu tahun 2008 akhir, saya mengeluarkan istilah MK itu bukan mahkamah kalkulator,” ungkapnya.

Menurut Mahfud MD, jika hanya melakukan pendekatan kuantitatif, MK tidak benar-benar dibutuhkan untuk memutus perkara hasil Pilpres.

“Saya waktu itu, membuat begini, kalau hanya menghitung kuantitatif, untuk apa ada MK, kan perhitungannya sudah bertingkat, kemudian bisa ngundang notaris, akuntan, dihitung lagi di depan semua pihak, selesai,” terang Mahfud.

“Sehingga waktu saya itu masuk pada masalah kualitatif, itulah munculnya kemudian teori penerapan persyaratan pelanggaran yang bisa membatalkan atau mengubah hasil pemilu itu adalah pelanggaran kualitatif yang bersifat kecurangan yang memenuhi syarat, terstruktur sistematif, dan masif,” jelasnya.

“Sejak itu diterima di dalam semua peraturan perundang-undangan pemilu.”

“Itu nanti tergantung MK untuk menilai, apakah cukup signifikan atau tidak pelanggaran pelanggaran itu,” ungkap Mahfud MD.

Simak videonya dibawah ini:

 

Baca juga: Profil 9 Hakim MK Penentu Nasib Gugatan Pilpres Prabowo-Sandiaga di MK

 

Sumber Berita Mahfud MD Sebut Dari Semua Kasus yang Ditangani Waktu di MK, Tak Sampai 1 Persen yang Dikabulkan: Tribunnews.com