Sandiaga Kaji Penghapusan Lelang Konsolidasi Era Ahok-Djarot

Sandiaga Kaji Penghapusan Lelang Konsolidasi Era Ahok-Djarot

Sandiaga Kaji Penghapusan Lelang Konsolidasi Era Ahok-Djarot

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sedang mengkaji penghapusan sistem lelang konsolidasi. Sistem yang digagas era Ahok-Djarot itu disebut tidak berpihak pada pengusaha kecil.

“Jadi kami sekarang lagi me-review bagaimana ketentuan-ketentuan itu agar bisa berpihak pada usaha kecil dan usaha menengah,” kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).

Sandiaga menduga banyak perusahaan besar yang menjual kontraknya kepada perusahaan-perusahaan kecil lainnya. Dia menilai sistem lelang konsolidasi tidak berjalan efektif.

“Yang mendapatkan ini hanya perusahaan-perusahaan besar yang akhirnya mensubkontrakkan ke perusahaan-perusahaan kecil lagi dengan bayaran yang lebih rendah, dengan jangka pembayaran yang lebih lama,” terangnya.

Sandiaga mengakui sistem lelang konsolidasi dibuat untuk menghindari perilaku koruptif. Namun Sandiaga beralasan Pemprov DKI akan terbuka dalam melakukan lelang dan dapat dinilai masyarakat.

“Sekarang ini semua dengan terbuka, dengan digital, akan kelihatan kok abal-abal. Malah yang khawatir sekarang kalau misalnya di perusahaan-perusahaan itu mensubkonkan ke perusahaan abal-abal. Jadi banyak yang seperti itu,” paparnya.

Lelang konsolidasi digagas di era Ahok-Djarot pada 2016. Sistem tersebut dimaksudkan untuk membuat lelang di Pemprov DKI lebih efektif.

Akan Hapus Lelang Konsolidasi Warisan Ahok, Fakta Mengerikan Ini Dibeberkan Sandiaga Uno. Ternyata........!

Sandiaga Uno Mau Hapus Lelang Konsolidasi, Fakta Mengerikan Ini Dibeberkan

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno berencana menghapus sistem lelang konsolidasi yang sudah berlangsung sejak 2016 lalu.

Sandi berjanji akan berpihak pada usaha mikro, kecil, dan menengah terkait persoalan lelang.

Hal ini berarti sistem lelang konsolidasi yang selama ini menggabungkan proyek kecil sejenis menjadi 1 proyek besar akan dihapus.

Sebab cara itu membuat perusahaan kecil dan menengah tak bisa mendapat proyek, tetapi justru jatuh ke perusahaan-perusahaan besar.

Mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov DKI, Blessmiyanda, membeberkan sejumlah fakta ketika proyek-proyek konstruksi jatuh ke tangan kontraktor di kelas kecil dan menengah.

“Saya nggak anti dengan usaha kecil menengah, tetapi kalo nggak dikonsolidasi akibatnya kayak gini (banyak masalah),” kata pria yang akrab disapa Bless ketika dihubungi Wartakotalive.com, Senin (23/10/2017).

Bless memberi contoh beberapa kasus pembangunan yang selesainya makan waktu lama dengan dana yang dinilai kebesaran.

Related image
Mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov DKI, Blessmiyanda

Salah satunya Rehab total kantor Kelurahan Kalibata di Jakarta Selatan yang memakan waktu sampai 3 tahun.

Pembangunan dimulai tahun 2014 dengan pemenang lelang PT BKI dengan nilai proyek Rp 3,5 milliar.

Tapi kontrak PT BKI diputus karena membangun struktur bangunan di lantai 1 dalam posisi miring.

Kemudian dialihkan ke kontraktor kedua Pada 2015, tapi hanya mampu membangun konstruksi hingga 3 lantai.

Tahun 2016 lanjutan rehab ini gagal masuk lelang sehingga Bagian Tata Pemerintahan Jaksel memprogramkan pada 2017.

Tahun 2017 proyek dimenangkan PT HH. Tapi sampai batas deadline pada 24 November 2017, ada kemungkinan pengerjaan belum rampung.

“Bayangkan butuh 3 tahun untuk membuat 1 kantor kelurahan saja,” kata Bless ketika dihubungi Wartakotalive.com, Senin (23/10/2017).

Hal sama juga terjadi di Rehab total Puskesmas Kecamatan Makasar di Jakarta Timur. Sudah 3 tahun puskesmas tersebut tak rampung. Dibangun sejak 2014.

Biayanya juga terbilang tinggi, yakni menghabiskan Rp 27,4 milliar dengan 3 kali lelang sepanjang 2014 – 2017.

Padahal Rehab total 18 puskesmas yang dikerjakan 1 kontraktor, yakni PT PP Pracetak pada pertengahan 2016, bisa rampung pada Juli 2017 walau masuk kategori terlambat. Sebab tanggal deadline semestinya Desember 2016.

“Itu pun kan karena ada masalah penghilangan aset dulu makanya waktu pengerjaan jadi terlambat,” kata Bless.

Tapi ongkos pengerjaan tiap puskemas di proyek 18 puskesmas oleh PT PP Pracetak jauh lebih murah, yakni hanya berkisar Rp 12 – 15 milliar.

Makanya, kata Bless, berdasarkan pengalaman, lelang kecil memang kerap bermasalah.

“Karena penyedianya nggak perform secara teknis, kualifikasi, tenaga ahli maupun likuiditas,” jelas Bless.

Bless mencotohkan, saat ini sedang ada proyek Rehab berat 125 sekolah dan melibatkan hanya 225 tenaga ahli karena memakai sistem lelang konsolidasi.

“Bila dilakukan tidak dengan sistem lelang konsolidasi maka ada 1.125 (seribu sertus dua puluh lima) tenaga ahli ? Mungkinkah ? Pasti akan ada tumpang tindih & double job yg berarti dapat fiktif,” ujar Bless.

“Jadi sebenarnya mana yg mau di prioritaskan? UKM yg dibayar? Atau langsung benar-benar mempekerjakan tenaga ahli dengan bayaran yang layak karena bekerja secara profesional? Bukankah itu lebih menghidupkan pasar tenaga kerja berkeahlian perseorangan daripada para broker dengan baju usaha kecil,” tutup Bless.

 

Sumber Berita Sandiaga Kaji Penghapusan Lelang Konsolidasi Era Ahok-Djarot : Detik.com, Wartakota.com