Aparat Polda Metro Jaya Jakarta Menakar Pelaku Makar, Dugaan adanya rencana makar kembali terdengar dari markas kepolisian. Kali ini dugaan itu muncul menjelang pelaksanaan demo 313 atau demo 31 Maret 2017. Situasinya persis dengan yang terjadi saat menjelang aksi 212 pada 2 Desember 2016 lalu.
Kali ini, menjelang aksi 313 lalu, aparat Polda Metro Jaya meringkus Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al Khaththath di Hotel Kempinski, Bunderan HI, Jakarta Pusat. Selain pentolan FUI tersebut ada delapan orang lainnya yang ikut ditangkap. Belakangan, empat orang di antaranya dilepaskan.
Sementara, lima lainnya ditahan penyidik Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pemufakatan makar. Bersama empat rekannya yang lain, Al Khaththath ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, penahanan terhadap kelima tersangka merupakan alasan subjektivitas dari penyidik setelah dilakukan pemeriksaan 1×24 jam.
“Dievaluasi oleh penyidik untuk kelima tersangka ini dilakukan penahanan di Mako Brimob selama 20 hari ke depan,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu 1 April 2017.
Menurut dia, kelima orang tersebut dijerat dengan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP atas dugaan makar. Mereka adalah tiga mahasiswa, satu orang dari Forum Syuhada Indonesia, dan Muhammad Al Khaththath. Mereka semua telah berstatus sebagai tersangka.
Namun, lantaran kejadiannya mirip dengan dugaan makar terhadap tersangka yang sudah lebih dulu diproses sejak tahun lalu, muncul anggapan kalau kasus ini hanyalah rekayasa.
Hal ini diamini Karo Penmas Polri Brigjen Pol Rikwanto yang mengatakan pasti akan ada penilaian yang beredar di masyarakat, utamanya di media sosial kalau polisi merakayasa kasus makar. Dia pun menegaskan, tidak ada rekayasa dalam kasus ini.
“Kita tegaskan ini tidak ada rekayasa dalam tindakan kepolisian,” ujar Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Minggu (2/4/2017).
Tudingan rekayasa kasus memang bukan pertama kali dialami polisi. Rikwanto mencontohkan kasus terorisme yang menewaskan Yayat. Dia tidak habis pikir kasus itu malah dianggap rekayasa.
“Ada emang orang mati direkayasa? Dan setelah itu banyak lagi penangkapan-penangkapan dan lebih parah lagi kondisnya. Artinya banyak bahan bom dan lain-lain. Jadi tidak ada dalam hal ini rekayasa-rekayasa itu,” ucap dia.
Jenderal bintang satu itu menegaskan, polisi tidak main-main dengan kasus makar ini. Mengingat kasus ini berkaitan dengan keamanan negara, kehidupan berbangsa dan kedamaian.
“Kita tegas makanya kita lakukan tindakan hukum kita tangkap kita proses. Jadi tolong ditepis informasi seolah-olah ada rekayasa atau main-main pihak kepolisian tidak ada di sini. Kita sangat tegas masalah itu,” ujar dia.
Rikwanto memastikan, penyidik punya bukti kuat dalam menjerat para tersangka kasus dugaan pemufakatan makar ini. Sehingga tak ada keraguan bagi kepolisian dalam menuntaskan kasus ini.
“(Buktinya) Sangat kuat ya,” dia memungkas.
Selain itu, menurut dia makar dengan obrolan santai biasa tentu bisa dengan mudah dibedakan, sehingga kasus ini tidak mengada-ada.
“Kalau ngobrol di warung kopi kan biasa setelah itu bubar. Tapi kalau di dalamnya ada niat pergerakan, sudah ada perencanaan yang matang, itu beda lagi,” kata Rikwanto.
Kritik terhadap pemerintah tentu tidak dilarang sepanjang kritik itu membangun. Bila yakin tidak ada niat untuk melakukan makar, Rikwanto menyarankan para tersangka menghadirkan saksi ahli untuk menguatkan pendapat mereka.
Dia juga membantah bila kategori makar hanya berlaku bila ada peran TNI di dalamnya. Menurut dia, siapa saja yang mencoba mengganti pemerintah di luar aturan hukum bisa disebut makar.
“Yang namanya makar tidak harus dilakukan oleh angkatan bersenjata. Siapa saja bisa, termasuk warga sipil yang terorganisir,” imbuh dia.
Rikwanto menyadari berbagi pendapat terus bergulir selepas penangkapan terhadap Al Khaththath berserta empat tersangka lainnya. Tapi, akan lebih baik lagi ketika pendapat itu dikuatkan dengan keterangan saksi ahli yang diajukan pada proses pemeriksaan.
“Jadi pendapat yang menguntungkan atau apa sebagainya silakan masukkan saja ke koridor hukum. Kalau pendapat di medsos ya baca saja tapi untuk kalkulasi analisa sendiri,” pungkas dia.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Prabowo Argo Yuwono menuturkan, Al Khaththath bersama empat rekannya pernah menggelar beberapa pertemuan yang diduga mengarah ke pemufakatan makar. Intinya, kata dia, mereka berniat menduduki DPR secara paksa dan mengganti pemerintahan yang sah.
“Yang intinya, ada (rencana) menduduki DPR secara paksa dan mengganti pemerintahan yang sah ini. Kemudian kembali ke UUD 45,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (1/4/2017).
Pertemuan kelima orang itu, sambung dia, terjadi di beberapa tempat. Namun, dia tak merinci kapan mereka menggelar pertemuan yang mengarah ke dugaan makar itu.
“Ada di Kalibata dan di Menteng, dua lokasi pertemuannya. Setelah kami padukan kok tujuannya sama. Tujuan dan hasil rapatnya sama,” ucap Argo.
Kelima orang tersebut dijerat dengan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP atas dugaan makar. Argo menambahkan, dari tangan kelimanya, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa surat dan dokumen.
“Ada surat, ada dokumen, sudah kami lakukan penyitaan,” ujar Argo.
Namun, pihak FUI tak terima begitu saja pernyataan pihak kepolisian dan terus melakukan perlawanan secara hukum.
Sumber Berita Aparat Polda Metro Jaya Jakarta Menakar Pelaku Makar : Liputan6.com