Banyak Pria China Sulit Memperoleh Istri Karena Mas Kawin yang Semakin Mahal

Banyak Pria China Sulit Memperoleh Istri Karena Mas Kawin yang Semakin Mahal

Anggaran pernikahan yang mahal menghasilkan banyak laki laki China, paling utama di pedesaan, tidak miliki alternatif lain terkecuali “menjomblo”.

Dalam sekian tahun terakhir, menikah bukan perihal gampang di China, paling utama pada mereka yang berpenghasilan pas-pasan.

Beberapa puluh tahun lalu, buat melamar satu orang gadis keluarga seorang laki laki cukup membawa satu televisi berwarna, mesin cuci, dan lemari es yang merupakan mas kawin.

Namun kini, barang barang elektronik itu tidak cukup untuk dijadikan tanda jadi suatu pernikahan.

Di propinsi Hebei, Shanxi, Mongolia dekat, Xinjiang, dan Gansu anggaran menikah jauh lebih tinggi. calon mempelai laki-laki mesti sediakan duit setidaknya 200.000 yuan atau hampir 390 juta rupiah.

Menurut koran People’s Daily dalam beberapa tahun terakhir anggaran pernikahan di sekian banyak wilayah di China bertambah sampai tiga kali lipat.

Bahkan di sekian banyak wilayah, mas kawin yg mesti diserahkan seorang laki-laki berbentuk mobil, apartemen, dan perhiasan.

“Semakin miskin suatu wilayah sehingga anggaran pernikahan makin tinggi,” begitu surat kabar People’s Daily.

Akibatnya makin banyak laki laki, khususnya di wilayah pedesaan, yang tidak dapat bersaing dalam memperoleh jodoh.

Salah satunya yaitu seorang laki-laki 24 tahun berasal dari sebuah desa di propinsi Gansu, yang mengaku telah mencari pasangan selama tujuh tahun.

Saat ia telah menemukan gadis yang cocok, keluarga sang kekasih meminta uang sebesar 180.000 yuan atau nyaris 350 juta rupiah.

Sayangnya sang lelaki cuma mempunyai uang sebesar 120.000 yuan atau 230 juta rupiah sehingga rencana pernikahannya batal.

Berdasarkan data terkini, saat ini jumlah laki laki di China lebih banyak 33,59 juta orang dibanding jumlah perempuan.

Kondisi ini kerap disebabkan karena banyaknya praktek aborsi menurut jenis kelamin perempuan akibat kebijaksanaan satu anak yang diterapkan pemerintah China.

Kurangnya jumlah wanita itu mengakibatkan tumbuhnya perdagangan manusia yakni menculik wanita asal negeri tetangga, contohnya Vietnam, untuk dijual sebagai pengantin wanita di pedesaan-pedesaan China.