IPW Ungkap Inisial HM Donatur Aksi Kerusuhan 22 Mei dan Minta Titiek Soeharto Diperiksa
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak Polri segera memeriksa pengusaha yang juga tokoh partai politik keagamaan berinisial HM.
HM diduga menjadi salah satu penyandang dana kerusuhan 22 Mei di Jakarta.
“Dari informasi yang diperoleh IPW, sedikitnya ada tiga orang yang diduga menjadi penyandang dana kerusuhan 22 Mei.
Dari ketiga orang ini, polisi sepertinya sudah mendapatkan dua alat bukti tentang keterlibatan pengusaha dan tokoh partai HM.
Untuk itu, Polri perlu bekerja cepat memeriksa HM agar para penyandang dana lainnya dalam kerusuhan 22 Mei bisa terungkap terang benderang dan segera diamankan,” kata Neta kepada Warta Kota, Kamis (30/5/2019).
Dari penelusuran IPW, aliran dana kerusuhan 22 Mei sebenarnya sudah terang benderang.
HM memberikan dana sebesar Rp 150 juta kepada Brigjen K.
Dana ini lalu diberikan Brigjen K kepada HK alias Iwan eks Kopassus, salah satu dari enam tersangka perencana pembunuhan 4 pejabat nasional yang sudah dibekuk Polri sebelumnya.
“Setelah mendapat dana Rp 150 juta, HK mendapat perintah untuk membunuh sejumlah pejabat pemerintah di saat kerusuhan 22 Mei meledak di Jakarta.
Selain itu, TJ juga tersangka lainnya yang sudah ditangkap mendapat dana Rp 55 juta yang dananya dari HM.
Tugasnya membunuh sejumlah pejabat dan tokoh pelaksana quick count.
Keduanya adalah disertir TNI yang sudah beberapa kali terlibat kejahatan di ibu kota Jakarta,” papar Neta.
Dari data yang diperolehnya, kata Neta, hingga saat ini baru HM yang diketahui sebagai penyandang dana untuk rencana pembunuhan pejabat dalam aksi kerusuhan 22 Mei.
Dan jajaran kepolisian sudah memiliki dua alat bukti mengenai keterlibatan HM.
Sementara dua lainnya yang diduga sebagai penyandang dana untuk melakukan kerusuhan 21 dan 22 Mei di sepanjang Jalan Wahid Hasyim dan di Slipi, Jakarta Barat, masih didalami jajaran kepolisian.
“Mereka diduga mendatangkan massa perusuh dari Surabaya dengan menggunakan pesawat dan memberikan penginapan di sejumlah hotel di Jalan Wahid Hasyim.
Sebagian pelaku kerusuhan dari Surabaya ini berhasil ditangkap aparat Polda Metro Jaya.
Selain itu massa perusuh juga mereka datangkan dari Tangerang, Tangerang Selatan, dan sekitar Tanah Abang,” papar Neta.
Karenanya, kata Neta, IPW berharap Polri bekerja cepat untuk memburu para penyandang dana kerusuhan 22 Mei itu agar otak kerusuhan bisa diciduk.
“Untuk mengungkap jaringan kerusuhan 22 Mei ini, Polri sepertinya perlu memeriksa sejumlah saksi, terutama para tokoh yang sempat hadir dalam aksi demo di depan Bawaslu, seperti putri mantan Presiden Soeharto, Titiek Soeharto.
Polri perlu bekerja cepat membongkar jaringan perusuh 22 Mei ini agar gerakan mereka bisa dipagar betis dan tidak memiliki peluang lagi dalam melakukan kerusuhan baru pasca pengumuman hasil sidang di Mahkamah Konstitusi maupun saat pelantikan presiden hasil Pilpres 2019,” kata Neta.
Mantan Pangkostrad Mayjen TNI (purn) Kivlan Zen dan mantan Danjen Kopassus Mayjen (purn) Soenarko adalah dua purnawirawan petinggi militer yang tersangkut kasus hukum dan keduanya sudah ditahan di Rutan Guntur Jakarta.
Keduanya adalah pendukung calon presiden Prabowo Subianto.
Gerindra, partai pengusung Prabowo Subianto, mengakui banyak mendapat dukungan dari purnawirawan TNI, yang saat ini diakomodir dalam PPIR, Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya.
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional, Andre Rosiade, mengatakan bahwa organisasi sayap Gerindra itu saat ini sudah memiliki ribuan anggota di seluruh Indonesia.
“Manfaat dukungan dari bapak-bapak purnawirawan itu tentu mereka punya kemampuan, kapasitas, pengalaman waktu menjabat, tentu punya masukan yang bagus untuk perkembangan BPN dan partai.
Juga mereka punya jaringan, network. Intinya, banyaklah manfaat beliau-beliau semua,” ungkap Andre seperti dilansir bbc news indonesia.
Ketua Umum PPIR, Musa Bangun, mengatakan alasan mereka mendukung Prabowo adalah karena mereka pernah bertugas bersama Prabowo yang adalah mantan Pangkostrad dan Kopasus, sehingga mengetahui bagaimana karakter calon presiden itu.
Namun terkait purnawirawan pendukung Prabowo yang tersangkut kasus hukum, Musa menyerahkan ke penegak hukum.
“Kita serahkan saja ke proses hukum karena kita sudah sama dengan warga negara sipil, tak ada yang beda. Kalau memang melanggar hukum, silakan. Tapi tegakkanlah hukum secara adil,” kata Musa.
108 Jenderal Purnawirawan Dukung Prabowo Sandi
Sebelumnya sebanyak 108 Purnawirawan TNI/Polri pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang tergabung dalam Front Kedaulatan Bangsa menyatakan menolak hasil Pemilihan Presiden ( Pilpres) 2019.
Juru bicara Front Kedaulatan Rakyat, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan, pihaknya menyaksikan berbagai kecurangan yang terjadi selama penyelenggaraan pemilu yang dinilai terstruktur, sistematis dan masif.
“Ternyata kami melihat, menyaksikan dan merasakan bahwa pemilu ini dilakukan dengan kecurangan-kecurangan sejak dimulai saat perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penghitungan suara,” ujar Tyasno saat menggelar konferensi pers di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019).
“Kecurangan ini dilakukan dengan terstruktur, sistematis dan masif.
Oleh karena itu maka kalau ini dilanjutkan tanpa menghilangkan kecurangan tersebut, yang terpilih adalah pemimpin yang suka curang, yang itu akan berakibat fatal pada kejayaan bangsa Indonesia,” ucapnya.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu juga mengatakan pihaknya mendukung aksi unjuk rasa yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam menyikapi hasil pilpres.
Bahkan, menurut Tyasno, para purnawirawan TNI/Polri itu juga akan ikut berdemonstrasi di KPU saat pengumuman hasil rekapitulasi perolehan suara.
“Sekarang rakyat sedang bergerak untuk melaksanakan perjuangannya mengembalikan kedaulatan rakyat.
Oleh karena itu kami sebagai purnawirawan TNI/Polri, tentu kami membantu dan bersama-sama dengan rakyat yang bergerak, untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat tersebut,” kata Tyasno.
Selain Tyasno, hadir pula dalam acara tersebut purnawirawan TNI/Polri yang menjadi anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, antara lain mantan Menko Polhukam Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edi Purdjiatno, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat dan mantan Gubernur Jawa Tengah Letjen TNI (Purn) Bibit Waluyo.
Ada juga Direktur Eksekutif BPN Mayjen TNI (Purn) Musa Bangun dan mantan petinggi Polri Komjen Pol (Purn) Sofjan Jacoeb.
TITIEK SOEHARTO DISORAKI IBU PRESIDEN
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Titiek Soeharto disoraki ‘Ibu Presiden’ oleh peserta doa bersama, ketika maju ke depan panggung di pelataran Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019) petang.
“Ibu presiden, ibu presiden, ibu presiden!” seru peserta di lokasi.
Seketika itu juga, Titiek Soeharto langsung membalas seruan tersebut, dengan berujar presiden yang saat ini tengah dibela, harus berjuang terlebih dahulu, sehingga bisa ditetapkan sebagai presiden terpilih.
“Presidennya jadi dulu, harus berjuang,” jawab Titiek Soeharto.
Melanjutkan sambutan yang sempat terpotong, Titiek Soeharto menjelaskan maksud digelarnya kegiatan hari ini, tidak terlepas dari peristiwa tragis tanggal 21-22 Mei lalu, yang menewaskan pemuda-pemuda secara mengenaskan akibat bentrok dengan polisi.
Apalagi, masih ada puluhan di antaranya hingga kini masih dinyatakan hilang.
“Kita semua merasa berduka atas peristiwa tragis yang terjadi. Anak-anak dan pemuda gugur secara mengenaskan, teraniaya,” tuturnya.
“Tindakan itu sudah jauh dari kata prikemanusiaan,” imbuh Titiek Soeharto.
Peristiwa tersebut ia nilai sebagai bentuk hilangnya penghormatan pada hak hukum warga negara, dan pelecehan hak asasi manusia.
Titiek Soeharto berharap, mereka yang gugur dalam kerusuhan pekan lalu, bisa mendapat kemuliaan dari Tuhan.
Sedangkan mereka yang belum ditemukan atau berada dalam tahanan, bisa segera berkumpul kembali dengan sanak keluarganya.
“Yang belum ditemukan, atau dalam tahanan, segera dapat berkumpul dengan keluarganya,” harap Titiek Soeharto.
Sebelumnya, Mien Uno, ibunda calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno, turut hadir dalam acara doa bersama untuk para korban kerusuhan aksi 22 Mei.
Acara tersebut digelar oleh Presidium Emak-emak Republik Indonesia di pelataran Masjid Agung At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019).
Dalam sambutannya, Mien Uno menyinggung tidak adanya nilai-nilai kemanusiaan yang ditunjukkan dalam mengamankan aksi 22 Mei lalu.
“Saya berbicara sesuai dengan apa yang saya rasakan. Saya sangat berduka dengan nilai kemanusiaan yang diabaikan. Ada korban oleh peluru tajam jatuh pada aksi lalu,” ujarnya di lokasi.
Menurutnya, aksi yang terjadi di depan Gedung Bawaslu itu merupakan aksi damai menuntut keadilan.
Namun, kata Mien Uno, aparat penegak hukum mempertontonkan tindakan brutal menghadapi massa aksi 22 Mei.
“Di manakah nilai-nilai kemanusiaan itu yang dipertontonkan tindakan brutal oleh para penegak hukum? Ini bukan perang, ini aksi damai,” tegasnya.
Dalam acara tersebut, turut hadir keluarga korban aksi 22 Mei, yakni keluarga korban Farhan Syafero, M Reyhan Fajri, dan Harun Al Rasyid.
Sementara, bendera kuning berkibar memenuhi pelataran Masjid Agung At-Tin, ketika Presidium Emak-emak Republik Indonesia menggelar doa bersama untuk korban kerusuhan aksi 22 Mei.
Ratusan peserta acara tersebut masing-masing memegang satu buah bendera kuning di tangan kanannya.
Neno Warisman yang membuka acara, menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk meringankan hati keluarga yang tertimpa musibah supaya tak lagi bersedih.
“Kita ingin besarkan hati keluarga. Kita semua berduka cita atas kehilangan keluarga, anak-anak, bahkan ada yang sampai sekarang belum ketemu,” kata Neno Warisman.
Menurutnya, apa yang mereka lakukan hari ini adalah kegiatan kemanusiaan. Mengharap peristiwa sepekan silam tidak lagi terjadi.
“Kita ingin peristiwa itu tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku telah mengantongi bukti berupa foto peluru tajam yang diduga digunakan aparat kepolisian, ketika bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian, pada aksi 21-22 Mei lalu.
“Kita menemukan ada peluru tajam. Terus kita foto sebagai bukti,” ujar Fadli Zon di atas panggung acara doa bersama tragedi 21-22 Mei, di pelataran Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019).
Menkopolhukam Wiranto sebelumnya berkata aparat hanya dilengkapi tameng dan pentungan, sebagai perlengkapan menjaga ketertiban saat aksi unjuk rasa kemarin.
Ia kemudian menyandingkan pernyataan Wiranto tersebut, dengan temuan dirinya di lapangan.
“Seperti yang dikatakan Menkopolhukam, bilang aparat hanya dilengkapi dengan tameng dan pentungan. Malah ada senjata. Bahkan ada peluru tajam,” ungkapnya.
Politikus Partai Gerindra ini sangat menyayangkan aparat kepolisian bersikap demikian. Alih-alih menangani secara persuasif, malah sifat represif yang dipilih.
Ditambah, tewasnya delapan orang dalam bentrokan kemarin, sama sekali tidak menjadi perhatian penting pemerintahan saat ini.
Pemerintah disebut sama sekali tidak berdukacita atas itu.
Padahal, kata dia, bila sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, tewasnya delapan orang dalam unjuk rasa seharusnya jadi peristiwa besar yang patut diperhatikan.
“Sayang sekali, meninggalnya delapan orang di negara demokrasi adalah peristiwa besar. Tapi pemerintah tidak berbelasungkawa,” kritiknya.
Fadli Zon juga mendorong pembentukan tim investigasi alias tim pencari fakta (TPF), untuk mengusut tuntas kasus tewasnya delapan orang saat bentrok dengan aparat kepolisian pada aksi 21-22 Mei lalu.
“Saya mendorong ada tim investigasi, tim pencari fakta,” kata Fadli Zon.
Menurutnya, peristiwa tragedi berdarah ini memang harus diusut sampai ke akarnya.
Sebab, banyak kejanggalan yang terjadi, mulai dari ketidaksinkronan pernyataan Menkopolhukam Wiranto soal sikap represif polisi, hingga adanya bukti penggunaan peluru tajam.
“Saya yakin kasus ini memang harus diinvestigasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, bila ada keluarga korban yang mau didampingi untuk mengusut peristiwa ini, Fadli Zon secara sukarela akan membantu mereka lewat tim investigasi yang ditunjuk.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, sebuah negara yang berlandaskan hukum, tidak boleh memanfaatkan produk tersebut sebagai alat kekuasaan.
Jika pemanfaatan kekuasaan itu benar terjadi, maka negara yang sebelumnya menganut sistem demokrasi, sudah tak lagi pantas menyandang status tersebut.
“Ketika hukum hanya menjadi alat kekuasaan, maka tidak bisa lagi dikatakan kita negara demokrasi,” cetus Fadli Zon.
Baca juga: Pendukung Prabowo-Sandiaga Ngaku Keracunan Kue Usai Demo di Bawaslu
Sumber Berita IPW Ungkap Inisial HM Donatur Aksi Kerusuhan 22 Mei dan Minta Titiek Soeharto Diperiksa: Tribunnews.com
Yusril Tunggu Arahan Jokowi Pidanakan Amplop Saksi Palsu Prabowo-Sandi Kuasa hukum paslon 01 Joko Widodo…
Saksi Prabowo Diduga Berbohong, Putri Gus Mus Sebut Bisa Kena Pasal Pidana kan? Beti Kristina…
Polda Jabar Tangkap Ustaz Rahmat Baequni Terkait Sebar Hoaks Petugas KPPS Diracun Ustaz Rahmat Baequni…
Ahok Balas Anies Baswedan soal Penerbitan IMB Pulau Reklamasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut…
Hakim MK Minta Bukti DPT Invalid 17,5 Juta, Tim Prabowo-Sandi Minta Waktu Hakim Mahkamah Konstitusi…
Alasan Anies Baswedan Tak Cabut Pergub Reklamasi Ahok Mesti Anggap Tak Lazim Gubernur DKI Jakarta…
This website uses cookies.