Ketua DPRD Kasih Sindiran Menyakitkan Ketika Lihat Anies-Sandi Pencitraan Melulu
Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi mulai gerah melihat Anies-Sandi yang terus-terusan pencitraan.
Pria yang akrab disapa Pras meminta keduanya berhenti pencitraan dan lebih serius bekerja.
Pras berkomentar setelah kesal melihat Jakarta yang jadi gaduh usai banjir di sejumlah titik, Selasa (12/12/2017).
Anies-Sandi dinilai kurang tanggap dan responsif dalam banjir kemarin.
Menurut Pras, semua sudah tahu cuaca ekstrem dan curah hujan semakin meningkat sampai Januari-Februari 2018.
Artinya, kata Pras, Anies-Sandi harus mengumpulkan semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait untuk menyelesaikan banjir Jakarta.
“Jangan sampai Jakarta, sebagai ibu kota darurat banjir. Stop pencitraan dan tak perlu bicara yang tidak penting. Ayo fokus kerja benahi Jakarta,” kata Pras di Jakarta Selasa (12/12/2017).
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DKI itu mengaku kaget melihat jalan protokol banjir dan terowongan Dukuhatas sampai terendam sekitar satu meter.
Seharusnya, kata Pras, orang nomor satu di ibukota sigap dan berkoordinasi dengan SKPD terkait tidak terputus saat intensitas hujan tinggi.
“Saya juga berpesan, jangan saling menyalahkan. Ini era pemerintah Anies-Sandi. Ayo selesaikan bersama dengan gotong royong,” kata Pras.
“Job discription gubernur dan wagub bukan ada di kantor. Tapi lebih banyak di lapangan supaya terukur kinerja Gubernur dan Wagub DKI. Nanti terlihat apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Pras.
Apalagi, kata dia, anggaran untuk Dinas Sumber Daya pada APBD 2018 Rp 3.181 triliun.
kemudian, anggaran untuk pompa stasioner, pompa mobile, pintu air, bangunan pompa, dan kelengkapannya Rp 21.915 miliar.
“Sedih bos, liat ibu kota begitu. Tahun depan ada Asian Games, harus ada antisipasi lebih baik dan dipersiapkan lebih detail,” kata Pras.
Selanjutnya Pras kesal juga dengan kinerja Dinas Sumber Daya Air.
Dinas SDA pada APBD Perubahan 2017 sudah mendapatkan anggaran Rp 1,5 triliun.
Bahkan anggaran pompa dan kelengkapannya mencapai Rp 25.885 miliar.
Makanya Pras heran masih saja terjadi banjir di jalan protokol dengan alasan pompa rusak atau saluran kotor..
“Saya tak bisa menerima alasan, sedang ada pengerjaan MRT, LRT, dan perbaikan jalan. Klise itu bagi saya,” kata Pras.
Ruang Terbuka Hijau Baru 9,8 Persen dari Idealnya 30 Persen, Tak Heran Jakarta Banjir
Hujan yang mengguyur wilayah DKI Jakarta pada Senin (11/12/2017) sore, mengakibatkan sejumlah kawasan di ibu kota digenangi air.
Nirwono Yoga, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti mengatakan, genangan terjadi karena kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) sebagai tempat menampung air.
“Ruang terbuka hijau sangat kurang, karena baru 9,8 persen, aturannya 30 persen,” tutur Nirwono Yoga kepada wartawan, Selasa (12/12/2017).
Menurut dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan audit bangunan. Harusnya, masing-masing kavling bangunan menyediakan RTH sebesar 30 persen sebagai daerah resapan air.
Saat ini, dia melihat pembangunan tidak memperhatikan RTH. Hanya ada saluran air kecil yang menampung air hujan. Dia mencontohkan kawasan Kuningan dan Senayan yang sudah dipenuhi bangunan.
Kondisi ini diperparah sistem saluran air di wilayah ibu kota, yang tidak terhubung dengan baik dengan daerah sekitar.
“Saluran air di lapangan hanya selebar 50 cm, dengan kapasitas hujan kemarin, waktu yang singkat tentu tidak akan cukup. Sehingga, tidak cukup dan menyebabkan genangan,” jelasnya.
Pengamat Ungkap 6 Tanda Kemunduran Jakarta di Era Anies-Sandi
Sepak terjang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam memimpin Jakarta tak lepas dari perhatian dan pengawalan warga.
Namun terhitung sejak keduanya menjabat, sejumlah pengamat justru menyoroti terdapat tanda kemunduran yang terjadi di Jakarta.
Pengamat tata kota Nirwono Joga menyoroti sejumlah kemunduran pengembangan Jakarta pada era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno.
Inilah deretan fakta langkah mundur Pemprov DKI berdasarkan catatan Wartakotalive.com dan juga pengamatan sejumlah pakar:
1. Kawasan Tanah Abang semerawut lagi
Kawasan Tanah Abang kembali semerawut. PKL tumpah ke trotoar dan pejalan kalo tersingkir ke bahu jalan.
Nirwono Joga mengatakan, hal itu buah dari ketidaktegasan Anies-Sandi melibatkan preman dalam penataan Tanah Abang.
2. Pemimpin Tidak Kompak
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menyebut Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memimpin Jakarta dengan tidak kompak.
Sandi cenderung lebih dominan, menguasai aspek-aspek strategis seperti dirinya seorang gubernur.
Sedangkan Anies hanya diberi ruang mengurusi hal-hal non strategis.
“Ini buah perpecahan. Mungkin karena Sandi lebih banyak keluar dana saat kampanye. Ini tinggal tunggu ributnya saja Anies-Sandi itu,” kata Trubus.
3. Akses Informasi di Balai Kota Dipersempit
Anies-Sandi mempersempit akses informasi publik dengan membatasi gerak media di Balaikota DKI Jakarta.
Salah satu caranya dengan menghilangkan satu ruangan untuk wartawan di dekat ruang wakil gubernur.
Tadinya dari ruangan itu wartawan bisa memantau semua rapat maupun tamu-tamu wakil gubernur atau orang-orang yang rapat dengan gubernur.
Tapi Sandi memilih menutup ruangan itu dan menjadikan tempat timnya bekerja.
4. Keterbukaan Lewat Youtube Dihilangkan
Ini kebijakan paling baru Anies-Sandi yang ditertawakan warga Jakarta dan dikritik pengamat sebagai langkah mundur yang paling jauh.
Di era sebelumnya, Ahok mengunggah video rapat pimpinan merupakan bentuk keterbukaan agar masyarakat tahu apa yang sedang direncanakan dan akan dikerjakan Pemprov DKI.
Tapi rupanya Sandi gerah dengan bullying di medsos akibat unggahan video Rapim dan tak membolehkan lagi.
Sandi tak mau masyarakat memberi serangan lewat ‘meme’ di Medsos.
5. Tunduk pada Tekanan Preman
Ini adalah kesalahan terbesar Anies-Sandi dan paling memalukan.
Keduanya dinilai tunduk pada tekanan dan mengikuti kemauan preman seperti pada kasus kesemerawutan Tanah Abang.
Bahkan kebijakan mereka seperti mengamodasi para penguasa di kawasan ekonomi paling strategis di Jakarta ini.
6. Mengeksklusifkan Diri
Trubus Rahadiansyah menyebut Anies-Sandi cenderung lebih eksklusif dan memilih memindahkan pengaduan warga ke kecamatan.
“Mereka (Anies-Sandi) lebih eksklusif sifatnya. Balaikota saja dibuat eksklusif lagi dengan cara memindahkan pengaduan warga ke kecamatan,” kata Trubus, beberapa waktu lalu.
Hal itu membuat Anies-Sandi jauh dari keluhan warga dan mudah dikelabui bawahannya.
Keduanya tak bisa langsung mendengar dari keluhan warga yang datang ke Balai Kota DKI.
(Baca juga: ANIES SALAHKAN PROYEK MRT DAN LRT JADI PENYEBAB BANJIR JAKARTA, INI KOMENTAR NETIZEN)
Sumber Berita Ketua DPRD Kasih Sindiran Menyakitkan Ketika Lihat Anies-Sandi Pencitraan Melulu : Tribunnews.com, Tribunnews.com, Tribunnews.com