“Pasal Ahok” dan Cerita Kasus E-KTP yang Lagi Panas

"Pasal Ahok"dan Cerita Kasus E-KTP yang Lagi Panas

“Pasal Ahok” dan Cerita Kasus E-KTP yang Lagi Panas

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Gubernur DKI Jakarta non-aktif yang juga pernah menjadi anggota Komisi II DPR RI, mengatakan dirinya pernah diminta untuk pindah dari Komisi II.

Namun dia menyatakan, permintaan perpindahan itu bukan terutama karena dia vokal mempersoalkan proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP yang kini jadi masalah hukum dan kasusnya sedang ditangani Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).

Ahok yang kini sedang dalam masa kampanye untuk bisa kembali menjadi gubernur DKI Jakarta periode kedua, berulang kali menyatakan bahwa dirinya paling getol mempersoalkan sejumlah hal ketika di Komisi II DPR, termasuk menolak pengadaan e-KTP.

KPK kini mengusut nama-nama besar di balik dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2 triliun itu.

“Ya dulu saya ditawarin, saya mau di komisi mana, ya sama saja. Tapi (tawaran) ini mungkin gara-gara Undang-undang Pilkada,” kata Ahok kepada wartawan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (8/3/2017) malam.

Ahok mengatakan, dirinya yang paling ngotot ingin memasukkan pasal pembuktian terbalik bagi seluruh calon kepala daerah. Jika pasal itu dimasukkan, seluruh pihak yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus dapat melaporkan harta kekayaannya sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Hasil Ratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi.

Di dalam aturan itu disebutkan bahwa jika calon kepala daerah tak dapat membuktikan asal kekayaan yang dimilikinya, harta itu akan disita oleh negara.

“Saya bilang kalau mau adil, siapapun yang mau jadi pejabat harus dapat membuktikan asal-muasal hartanya. Baru lapangan tandingnya rata,” kata Ahok.

Menurut dia, banyak anggota DPR lain tak sepakat dengan ide Ahok itu.

“Bahkan Ray Rangkuti (pengamat politik) bilang, ini (pembuktian terbalik) pasalnya Ahok nih,” kata Ahok tertawa.

Saat ditanyakan lebih lanjut mengenai pihak mana yang memintanya pindah, Ahok tak menjawab. Ia mengalihkan perhatian dengan menjawab pertanyaan lain.

Nurul Arifin

Tahun 2015, Ahok pernah bercerita tentang tekanan yang disampaikan oleh rekannya sesama fraksi di DPR agar dia pindah dari Komisi II. Kompas.com mencatat, saat Ahok menjadi pembicara dalam Seminar Sespimma Polri, di Balai Agung, Balai Kota, pada 11 Juni 2015, dia menceritakan upaya pembungkaman terhadap dirinya.

“Saya masih ingat Nurul Arifin ngomong begini ke saya, ‘Hok, ini fraksi ngomong ke gue nih, lu mau dipindahin dari Komisi II. Karena kasus e-KTP, lu itu terlalu galak dan ribut-ribut melulu, mana lu mau bikin pembuktian terbalik, UU Pemilukada, macem-macem, jadi lu mau dipindahin’,” kata Ahok kala itu menirukan ucapan Nurul.

Ahok lalu bertanya kepada Nurul, ke komisi mana dia akan dipindahkan. Nurul menjawab, Ahok akan dipindahkan ke Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama.

“Saya bilang lagi, ‘Oke, lu kasih tahu tuh fraksi ya, bos-bosnya semua, nanti kalau gue di Komisi VIII, gue bongkar tuh mark up dana naik haji semuanya’. Yang bongkar non-Muslim pula,” kata Ahok kepada Nurul.

Nurul kemudian melapor ke Fraksi Golkar. Beberapa hari kemudian, Nurul kembali mendatangi Ahok. Kali ini, Nurul justru memberi kebebasan kepada Ahok untuk bergabung dengan komisi mana.

“Sekarang lu mau gabung ke komisi mana? Asal jangan gabung di Komisi II lagi karena komisi lagi bikin UU Pemilukada dan keberadaan lu ngerepotin’,” cerita Ahok meniru capan Nurul.

Ahok menjawab, “Di komisi mana pun gue berada, pasti keberadaan gue buat lu orang sakit kepala.”

Menurut Ahok saat itu, pernyataan tersebut membuat Nurul tak bisa berkata-kata. Pada akhirnya, beberapa pekan kemudian, Nurul kembali mendatangi Ahok. Nurul beserta pimpinan fraksi menyerah dengan argumentasi Ahok.

“Ya sudah, lu tetap di Komisi II saja, tapi jangan banyak ngomong ya,” kata Nurul sebagaimana ditirukan Ahok ketika itu.

Sumber berita “Pasal Ahok” dan Cerita Kasus E-KTP yang Lagi Panas : kompas.com