Hakim Agung Hadiri Rapat Pansus KPK, Menuai Kecaman

Hakim Agung Hadiri Rapat Pansus KPK, Menuai Kecaman

Hakim Agung Hadiri Rapat Pansus KPK, Menuai Kecaman

Hakim agung Suhadi menghadiri rapat Pansus KPK di DPR. Sebagai Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), Suhadi dinilai ikut melegitimasi pansus yang cacat tersebut.

“Tindakan beberapa hakim yang mewakili Ikahi untuk hadir memenuhi undangan Panitia Khusus Angket KPK merupakan tindakan yang tidak perlu dan justru dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim,” kata Direktur Puskapsi Universitas Jember Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Selasa (5/9/2017).

Pendapat tersebut bukannya tanpa argumen. Pertama, legalitas Pansus angket KPK sampai saat ini masih menimbulkan permasalahan, terutama tidak bergabungnya semua unsur fraksi dalam keanggotaan Pansus. Padahal jelas-jelas Pasal 201 UU MD3 mensyaratkan keanggotaan Pansus Angket terdiri atas semua unsur fraksi di DPR.

“Tentu jadi persoalan ketika para hakim yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip legalitas dalam negara hukum menutup mata atas fakta tersebut,” ujar Bayu.

Alasan kedua, permasalahan mengenai keabsahan Pansus Angket KPK ini telah bergulir ke meja pengadilan. Ke depan masih berpotensi muncul gugatan lainnya terhadap keberadaan dan hasil Pansus Angket KPK.

“Para pengurus Ikahi yang notabene para hakim seharusnya mengetahui dan menyadari bahwa kehadiran mereka di Pansus Angket KPK akan menyebabkan publik memaknai bahwa para hakim yang tergabung dalam wadah Ikahi telah menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa, yaitu Pansus Angket KPK,” papar Bayu.

Dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim secara jelas disebutkan hakim harus berperilaku adil dan tidak memihak, baik di dalam maupun di luar pengadilan, dan tetap menjaga serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat pencari keadilan.

Bayu Dwi Anggono

“Para hakim yang tergabung dalam pengurus Ikahi telah mengomentari dan mempermasalahkan putusan pengadilan, yaitu perihal keabsahan penyidik independen KPK yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada November 2016,” ujar Bayu menyebut alasan.

MK telah menyatakan bahwa KPK berhak merekrut sendiri penyidiknya.

“Tindakan pengurus Ikahi yang mengomentari putusan MK sesungguhnya bertentangan dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim, yaitu bagian berperilaku arif dan bijaksana yang mengatur hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik, atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan, baik yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apa pun,” kata Bayu menjelaskan panjang-lebar.

Untuk mencegah kejadian ini terulang kembali, Bayu meminta Komisi Yudisial segera bertindak untuk menginvestigasi kejadian ini. Tindakan KY ini diperlukan agar kode etik dan pedoman perilaku hakim tidak sekadar menjadi macan ompong di atas kertas yang kapan pun bisa dilanggar.

“Harus disadari bahwa para hakim yang tergabung dalam Ikahi tetaplah hakim yang segala aktivitasnya di luar persidangan tetap memikul kewajiban menghindari situasi yang dapat menimbulkan kecurigaan atau sikap keberpihakan. Dengan demikian, kepekaan para pengurus Ikahi untuk memilih dan memilah forum mana yang layak dan patut untuk dihadiri sangatlah diperlukan karena para pengurus Ikahi mewakili martabat dan kewibawaan ribuan hakim yang menjadi anggotanya,” pungkas Bayu.

Hakim Agung Suhadi Konservatif

Hakim agung Suhadi mengungkit eksistensi penyidik KPK dalam rapat Pansus DPR. Hal ini cermin Suhadi tak paham konstitusi dan memiliki pandangan konservatif.

“Saya menyayangkan pernyataan Ketua Ikahi soal KPK. Menurut saya, perdebatan soal penyidik dan penyadapan itu sudah selesai,” kata peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natoesmal Oemar, Selasa (5/9/2017)

Penyataan itu bukannya tanpa dasar. Sebab, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan soal polemik penyidik KPK bahwa KPK berhak merekrut penyidik independen. MK mengatakan praktik merekrut sendiri penyidik yang dilakukan oleh lembaga atau badan antikorupsi juga dilakukan di negara lain, seperti di Hong Kong dan Singapura. Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong merekrut sendiri penyidiknya terlepas dari kepolisian.

“Dalam beberapa putusan, MK sudah memberikan posisi konstitusional yang jelas dan tegas,” cetus Erwin.

Oleh sebab itu, Erwin sangat menyesalkan pernyataan Suhadi di depan forum resmi kenegaraan.

“Saya sangat khawatir dengan kualitas hakim semacam itu. Tidak updatesecara keilmuan. Akan banyak malpraktik hukum jika banyak hakim mempunyai pandangan seperti itu,” Erwin menegaskan.

Pandangan Suhadi sebagai Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mencerminkan sikap hakim pada umumnya.

Erwin Natoesman Oemar

“Saya melihat bahwa masih ada sebagian besar pandangan konservatif di MA yang berpandangan bahwa MA adalah institusi peradilan tertinggi, sehingga mengerdilkan, bahkan tidak mempertimbangkan putusan MK sebagai bagian dari sistem hukum,” ujar Erwin.

Suhadi hadir di Pansus KPK sebagai Ketua Umum Ikahi. Suhadi setuju dilakukan revisi RUU KPK, terutama soal penyidik KPK dan prosedur penyadapan.

“Jika diadakan perubahan UU KPK, hendaknya ini jadi perhatian agar secara tegas kualifikasi penyidik itu bagaimana. Apakah dibenarkan ada penyidik independen dan sebagainya,” tutur Suhadi.

 

Baca juga : Vonis 8 Tahun Bui untuk Patrialis yang Terbukti Terima Suap

 

 

Sumber berita Hakim Agung Hadiri Rapat Pansus KPK, Menuai Kecaman : detik